kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.917   13,00   0,08%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Pro kontra perubahan tarif royalti tambang, pengusaha nikel protes


Rabu, 11 Desember 2019 / 16:51 WIB
Pro kontra perubahan tarif royalti tambang, pengusaha nikel protes
ILUSTRASI. Kendaraan truk melakukan aktivitas pengangkutan ore nikel ke kapal tongkang di salah satu perusahaan pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Rabu (6/11/2019).


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

Dengan kondisi ini, Meidy mendesak pemerintah untuk segera mengatur tata niaga dan harga nikel domestik supaya tidak semakin menekan penambang. Apalagi, hilirisasi tambang didominasi oleh komoditas nikel.

"Industri hilir itu mayoritasnya, 70% dipegang nikel lho. Artinya kalau kewajiban sudah bertambah, para pelaku hilirisasi sudah harus melihat keadaan, nggak mungkin dengan kontrak harga seperti ini terus," sebut Meidy.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Centre for Indonesia Resources Strategic Studies (CIRUSS) Budi Santoso. Menurutnya, perubahan jenis dan tarif royalti ini tidak bisa sertamerta menggenjot hilirisasi, bahkan dikhawatirkan membuat produk turunan mineral menjadi tidak kompentitif.

Baca Juga: Harga emas naik 0,03% di level US$ 1.463,89 per ons troi

Budi mengatakan, kebijakan ini tidak akan membebani smelter yang terintegrasi dengan tambang. Sayangnya, lanjut Budi, tidak semua tambang memiliki keekonomian untuk membangun smelter. Sementara bagi smelter yang tidak memiliki tambang akan mendapatkan beban tambahan, lantaran penambang nikel di hulu sudah terbebani biaya yang makin tinggi.

"Ketika di hulunya biayanya sudah tinggi, maka produk akhirnya akan tidak kompetitif. Padahal smelter yang nggak punya IUP (Izin Usaha Pertambangan) lebih banyak. Beban akan meningkat sebesar royalti yang dibebankan pada ore," terang Budi.

Sementara itu, Ketua Indonesia Mining Institute Irwandy Arif mengatakan, kenaikan royalti ini bisa dilihat sebagai insentif untuk mendorong hilirisasi, lantaran ada penurunan tarif royalti pada produk pengolahan atau pemurnian. Apalagi, di PP ini sudah ada penataan dan pengakategorisasian tarif maupun jenis produk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×