Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Tahun ini merupakan masa sulit bagi industri produsen benih kelapa sawit.
Pasalnya, dampak El Nino tahun 2015 masih terasa hingga saat ini, khususnya minimnya pembelian benih sawit dari industri kelapa sawit.
Hal itu terjadi karena sebagian besar perusahaan sawit belum melakukan penanaman sawit tahun lalu karena musim kering.
Sehingga, benih sawit yang dibeli tahun lalu, baru ditanam di awal tahun 2016. Kondisi ini otomatis berdampak pada industri benih, dimana permintaan benih turun.
Direktur Dami Mas Tony Liwang mengatakan, pihaknya memprediksi produksi benih sawit Dami Mas pada semester pertama 2016 sekitar 2 juta butir kecambah.
Produksi ini lebih rendah dari periode sama tahun lalu yang mencapai sekitar 3,5 juta butir. Sebab, sepanjang tahun 2015 lalu, produksi benih Dami Mas mencapai 7 juta butir kecambah. Penurunan produksi ini sejalan dengan permintaan benih sawit yang menurun.
"Penurunan produksi kami itu sejalan dengan penurunan produksi perusahaan benih sawit secara nasional diperkirakan mencapai 20% pada semester pertama ini," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (1/6).
Tony menjelaskan, Dami Mas berupaya mengejar ketertinggalan produksi benih pada semester dua tahun ini.
Ia menargetkan Dami Mas dapat memproduksi minimal 5 juta butir kecambah. Maka pada akhir tahun, total produksi benih mencapai 7 juta butir atau setara dengan tahun lalu.
Anak usaha Sinar Mas ini menyadari, bahwa para pemilik kebun kelapa sawit masih belum giat menanam sawit karena masih mempelajari cuaca yang belum pasti. Sebab kalau tahun 2015 itu terjadi El Nino, pada tahun ini diperkirakan terjadi La Nina.
Dua cuaca ekstrim ini dinilai tidak kondusif bagi penanaman kelapa sawit.
"Kalau hujan terus juga tidak baik dilakukan penanaman kelapa sawit," imbuhnya.
Untuk menarik minat pembeli, Dami Mas menurunkan harga kecambah sawit yang dijual. Bila pada tahun 2015 Dami Mas menjual kecambah dengan harga Rp 12.500 per butir, maka pada tahun ini dijual hanya Rp 10.500 per butir. Ada penurunan harga sebesar Rp 2.000 per butir.
Tony menjelaskan, dampak lesunya permintaan benih kelapa sawit ini dapat dirasakan secara nasional.
Ia bilang, realisasi penjualan benih sawit secara nasional dari perusahaan-perusahaan benih lainnya di Indonesia, diperkirakan sekitar 25 juta butir kecambah pada semester pertama 2016.
Realisasi tersebut lebih rendah dari realisasi penjualan benih kelapa sawit tahun lalu pada kurun waktu serupa sebanyak 50 juta butir. Sebab sepanjang tahun 2015 lalu, total produksi benih sawit sebanyak 98 juta benih.
Upaya peremajaan tanaman perkebunan kelapa sawit yang didukung dana subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, lanjut Tony, belum mampu mendorong permintaan benih sawit.
Pasalnya, dari sebanyak 200.000 hektare lahan kelapa sawit yang akan direplanting, pada tahap pertama baru direplanting seluas 50.000 ha, itu pun kalau terealisasi semuanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News