kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produksi bibit pangan hibrida masih kontet


Rabu, 12 Oktober 2011 / 08:50 WIB
Produksi bibit pangan hibrida masih kontet
ILUSTRASI. Pabrik PT Krakatau Steel Tbk


Reporter: Bernadette Christina Munthe | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Jika ingin mencapai swasembada pangan, Indonesia perlu mengembangkan industri perbenihan di dalam negeri. Soalnya, ketersediaan benih yang berkualitas menjadi kunci untuk memenuhi kebutuhan pangan sehingga negara ini tidak perlu lagi tergantung pada bahan pangan impor.

Celakanya, industri benih di dalam negeri mengalami banyak hambatan. Salah satunya, sikap petani yang enggan membeli bibit padi hibrida. "Petani menganggap benih padi inhibrida bisa beli sekali saja dan bisa dipakai terus," kata Eddy Budiono, Direktur Utama PT Sang Hyang Seri disela-sela Musyawarah Nasional Masyarakat Perbenihan dan Perbenihan Indonesia (MPPI), Selasa (11/10).

Padahal, mereka tidak bisa memakai bibit dari panen padi hibrida. Petani harus membeli benih baru lagi setiap akan menanam. Walhasil, petani cenderung menyiapkan benih sendiri.

Akibatnya, industri perbenihan di Tanah Air kurang bisa berkembang. Para produsen benih tidak berani memproduksi benih padi hibrida dalam skala besar, kendati kebutuhan benih di Indonesia sebenarnya sangat besar.

Pada tahun 2011 ini, kebutuhan benih diperkirakan mencapai 331.467 ton. Dari jumlah itu, 215.453 ton atau sekitar 65% dipenuhi oleh benih non hibrida bersertifikat. Kemudian porsi bibit hibrida sekitar 13.425 ton dan selebihnya, petani menggunakan benih padi yang dihasilkan sendiri dan tentu saja tidak memiliki sertifikat benih.

Eddy menambahkan, karena kondisi tersebut, dari target produksi 105.000 ton benih padi tahun ini, Sang Hyang Seri hanya memproduksi benih padi hibrida sebanyak 5.000 ton. Selain memproduksi benih padi, Sang Hyang Seri juga memproduksi benih kedelai dan jagung. Tahun ini, perusahaan produsen benih milik negara ini mentargetkan bisa menghasilkan benih kedelai sebanyak 10.000 ton, dan benih jagung sebanyak 20.000 ton.

Masih impor

Direktur Perbenihan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kemtan), Bambang Budhianto, menyatakan bahwa secara umum produksi benih padi hibrida dari masing-masing perusahaan benih masih sulit berkembang. Volumenya pun minim saja.

Tahun 2010 lalu, kebutuhan benih padi hibrida mencapai 6.663 ton, tapi pasokan dari dalam negeri hanya 2.229 ton. Padahal di Indonesia terdapat 20 perusahaan benih padi. Kemtan memperkirakan pasokan benih padi hibrida dari dalam negeri hanya 3.000 ton pada tahun ini. "Sebagian besar benih padi hibrida harus diimpor karena teknologinya baru," kata Budhianto.

Impor benih juga masih terjadi pada komoditas jagung. Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung, impor benih jagung sebesar 3.804 ton, senilai US$ 5,23 juta pada periode Januari-Juli 2011.

Impor benih tersebut berpeluang meningkat terus, karena tahun ini membutuhkan total benih jagung sebanyak 61.031 ton. Sementara, produsen lokal hanya sanggup memasok sekitar 70,31% daripada total kebutuhan benih yang mencapai sekitar 42.910 ton.

Bambang berkata, tidak semua impor benih jagung untuk dipasarkan ke petani. Namun, ada juga impor untuk parent stock alias calon induk. Induk itu untuk menghasilkan bibit hibrida di dalam negeri. Dan hasil produksi itulah yang nantinya dipasarkan kepada para petani.

Suswono, Menteri Pertanian, berjanji bahwa pemerintah akan berusaha mengerem impor benih. Caranya, dengan mendorong pengembangan industri benih nasional. "Hingga tahun 2012, kami akan memberikan bantuan pengembangan sistem produksi benih hingga proses pemasarannya," kata Suswono.

Jafar Hafar, Ketua MPPI, berharap, pemerintah membuat regulasi untuk memudahkan pengembangan benih tanaman pangan nasional. Kebijakan ini penting untuk melahirkan usaha benih yang terintegrasi dan mumpuni, mulai dari skala petani hingga skala industri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×