Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi keramik nasional naik dengan level dobel digit sampai dengan Agustus 2025. Sepanjang delapan bulan pertama, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mencatat volume produksi keramik naik sekitar 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto menggambarkan pada periode tersebut volume produksi keramik naik dari sebelumnya 260 juta M² menjadi sekitar 300 juta M². Sejalan dengan itu, tingkat pemanfaatan kapasitas atau utilisasi produksi keramik nasional pada Januari - Agustus 2025 berada di level 72%.
Level utilisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang kala itu berada di tingkat 63%. Peningkatan utilisasi dan volume produksi industri keramik nasional ini terutama didukung oleh tiga kebijakan pemerintah.
Baca Juga: Balik ke Fase Ekspansif, Prospek Industri Hijau Positif
Meliputi Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib. "Industri keramik mendapat peluang untuk substitusi produk keramik impor, khususnya dari China," kata Edy kepada Kontan.co.id, Minggu (14/9).
Meski naik, tapi level utilisasi industri keramik masih berada di bawah target dari Asaki. Pada tahun ini, Asaki menargetkan rata-rata utilisasi produksi keramik nasional bisa mencapai level 75%. Target ini sudah mengalami revisi dibandingkan proyeksi sebelumnya yang berada di level 85%.
Menurut Edy, industri keramik nasional masih berhadapan dengan sejumlah tantangan. Pertama, faktor energi, terutama pasokan gas industri. Edy menyoroti penetapan Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) atau pembatasan pemanfaatan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang hanya mencapai rata-rata 55% - 60%.
Pelaku industri keramik juga tertekan oleh mahalnya harga regasifikasi Liquefied Natural Gas (LNG) sekitar US$ 14,8 per million british thermal unit (MMBTU). "Semua ini bisa menggerus daya saing industri keramik dan kondisi paling parah terjadi pada pertengahan bulan Agustus lalu," ungkap Edy.
Tantangan Impor & Daya Beli
Tantangan kedua pelaku industri keramik adalah gangguan dari produk keramik impor yang masih membayangi. Meski ada penurunan produk keramik impor dari China, tapi Asaki mengamati ada tren peningkatan signifikan volume impor dari India dan Malaysia.
Edy memberikan gambaran, keramik impor dari India pada semester I-2025 melonjak sekitar 130%. Sementara keramik impor dari Malaysia melejit lebih dari 100%.
Asaki sedang menghimpun informasi dan data mengenai keramik impor dari India, karena ada indikasi praktik perdagangan yang tidak adil (unfair trade). Selain itu, pasca kebijakan tarif resiprokal, Asaki melihat ada pengalihan ekspor keramik India yang sebelumnya ditujukan ke pasar Amerika Serikat.
Asaki juga sedang mengumpulkan informasi berkaitan dengan indikasi praktik transhipment produk keramik China melalui Malaysia. "Berkaitan hal tersebut, Asaki mengharapkan Pemerintah segera merealisasikan rencana penetapan pelabuhan pintu masuk untuk produk keramik di luar Pulau Jawa yakni bisa di Bitung, Sorong dan Kupang," terang Edy.
Ketiga, industri keramik turut menghadapi tantangan dari sisi pelemahan daya beli masyarakat. Asaki pun berharap di sisa empat bulan ini, pemerintah bisa menggenjot belanja untuk menggerakkan ekonomi, terutama terkait dengan realisasi program 3 juta rumah.
Dalam hal ini, Asaki juga merespons langkah pemerintah yang mengucurkan dana segar sebesar Rp 200 triliun di lima bank plat merah (Himbara). Langkah ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025, yang mulai berlaku pada Jumat (12/9).
Penempatan uang negara tersebut wajib digunakan untuk mendukung pertumbuhan sektor riil. Edy berharap kucuran dana tersebut bisa tersalurkan menjadi kredit yang menggerakkan ekonomi dan konsumsi, khususnya pada sektor properti, sehingga bisa ikut mengerek naik industri keramik.
"Asaki menyambut baik langkah Kementerian keuangan mengguyur Rp 200 triliun ke Himbara, akan menjadi katalis positif jika Himbara menyalurkan ke sektor properti berupa penurunan suku bunga KPR dan kredit modal kerja untuk ritel atau pengusaha bahan bangunan," tandas Edy.
Baca Juga: Pemulihan Industri Manufaktur Belum Merata
Selanjutnya: Suntikan Dana Rp 200 Triliun ke Perbankan Diharapkan Perbaiki Penerimaan Pajak
Menarik Dibaca: Daftar 7 Film Biografi Tokoh Dunia Ternama dan Berpengaruh, Sudah Nonton Semua?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News