Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Gagal panen garam tahun lalu membuat para petani produsen garam gelisah. agar petani kembali bergairah menebar garam tahun ini. Merekapun meminta pemerintah segera menaikkan harga patokan pembelian garam agar petani kembali semangat memproduksi garam.
Menurut Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) Syaiful Rahman, harga jual garam dari petani sebesar Rp 250-Rp 300 per kilogram (kg) tak relevan lagi. Makanya Apgasi dan PT Garam (Persero) mengusulkan agar harga beli garam dari petani itu dinaikkan menjadi Rp 1.000 per kg.
Sebab, setelah dibersihkan dan diolah, garam petani itu dijual ke konsumen dengan harga Rp 2.500-Rp 3.000 per kg. Jadi, "Harga garam dari petani Rp 1.000 per kg sangat manusiawi," tandas Syaiful (2/2).
Menurut Syaiful, kenaikan harga akan mendorong petani menggenjot produksinya. Sebaliknya jika harga garam tak dinaikkan, ia khawatir target swasembada garam di 2014 tidak tercapai karena petani enggan menebar garam.
Makanya, imbuh Syaiful, pemerintah perlu merevisi aturan Kementerian Perdagangan tentang pengaturan harga patokan garam yang ditetapkan Rp 250 per kg.
Slamet Untung Irredenta, Direktur Utama PT Garam, mendukung usulan tersebut. Ia meminta pemerintah mengatur importasi garam agar tidak menganggu harga garam petani. Maklum, harga garam impor lebih murah dibandingkan dengan harga garam produksi petani.
Ia juga meminta ada penghitungan ulang impor garam nasional. "Sekarang perhitungannya tidak menyeluruh, sehingga perusahaan swasta bisa impor sebanyak mungkin sebelum panen garam," kata Slamet.
Menurut Slamet, importir lebih doyan impor garam daripada membeli garam dari petani. Harga garam impor dalam kondisi siap konsumsi hanya sekitar Rp 603 per kg. Sementara harga garam petani hingga siap konsumsi sekiyar Rp 700 per kg. Harga ini sudah termasuk ongkos pengolahan dan pembersihan kotorannya.
Perlu buffer stock
Kebutuhan garam nasional diprediksi mencapai 2,8 juta ton pertahun. Dalam kondisi normal dan cuaca bagus, produksi garam di Indonesia mencapai 1,2 juta ton. Walau masih jauh dibawah kebutuhan, tapi menurut Slamet kebutuhan garam konsumsi sebanyak 900.000-1,1 juta ton bisa dipenuhi oleh produksi lokal. Namun, kebutuhan garam industri sebanyak 1,6 juta ton memang masih harus diimpor.
Karena volume produksi garam nasional masih fluktuatif, maka Slamet mengusulkan agar perusahaannya diberi kewenangan menjadi badan penyangga stok garam nasional. Dia meminta PT Garam diberikan kewenangan seperti Perum Bulog yang berwenang mengamankan stok beras.
Mekanisme yang diusulkan oleh Slamet, adalah PT Garam membeli garam petani sebagai stok garam nasional. "Dengan sistem buffer stock itu akan berpengaruh kepada tingkat kesejahteraan petani dan juga ada jaminan stok garam di dalam negeri," kata Slamet . PT Garam bersedia membeli garam buatan petani lokal seharga Rp 1.000 per kg.
Menurut perkiraan Slamet, produksi garam nasional tahun ini mencapai 1,4 -1,5 juta ton. Produksi itu berasal dari sentra garam di Jawa Timur, Pantai Utara Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan serta Aceh.
Jika posisi PT Garam dijadikan sebagai badan peyangga stok, maka perusahaan ini bisa langsung membeli garam tersebut. Namun, untuk merealisasikannya, PT Garam setidaknya membutuhkan kucuran dana segar senilai Rp 300 miliar- Rp 400 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News