Reporter: Anastasia Lilin Y | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Sarana Menara Nusantara Tbk menata ulang skema utang anak perusahaan nya, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo). Bagian dari Grup Djarum tersebut yakin, ke depan tanggungan cost of fund atawa beban dana semakin ringan.
Protelindo menandatangani empat perjanjian pinjaman sekaligus dengan empat kreditur berbeda. Keempatnya adalah DBS Bank Ltd, Sumitomo Mitsui Banking Corporation Singapore Branch (SMCB), Oversea-Chinese Banking Corporation Limited (OCBC) dan Bank Mandiri.
Menurut penjelasan manajemen Sarana Menara kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (21/6), masing-masing perjanjian memuat kesepakatan yang berlainan. Pinjaman dengan DBS yang diteken pada 19 Juni lalu, sebagai contoh, menyepakati besaran margin yang berlaku sebesar 1,40% per tahun.
Sementara perjanjian dengan SMCB yang ditekan 20 Juni 2017 menyepakati margin 1,50% per tahun dan jangka waktu enam tahun sejak penandatanganan.
Adam Gifari, Wakil Direktur Utama PT Sarana Menara Nusantara Tbk, menjelaskan, perjanjian dengan DBS Bank, SMCB dan OCBC tak lain adalah hasil negosiasi penurunan suku bunga pinjaman. Masing-masing perjanjian pinjaman dengan ketiga kreditur sudah berjalan sejak dua tahun hingga tiga tahun ini.
Sementara perjanjian dengan Bank Mandiri merupakan refinancing utang. "Menggunakan pinjaman Bank Mandiri Rp 1 triliun untuk refinancing, jadikamimelunasi pinjaman yang berbunga 2,5% spread di atas Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) dengan bunga 1,8%," ujar Adam saat dihubungi KONTAN, Rabu (21/6).
Sarana Menara menghitung, penataan ulang skema utang bisa menekan beban dana. Sebagai gambaran, perusahaan berkode saham TOWR di Bursa Efek Indonesia tersebut berpotensi menghemat sekitar Rp 7 miliar per tahun dari setiap transaksi pembayaran utang sebesar Rp 1 triliun.
Status layak investasi
Sarana Menara mengaku bisa leluasa menata ulang skema utang, karena tahun lalu Protelindo mendapat gelar investment grade atau layak investasi, dari Moody's Investors Service, Fitch Ratings dan Standard & Poor's (S&P). Rapor layak investasi itu menjadi yang pertama didapat sejak Sarana Menara berdiri tahun 2008.
Sarana Menara percaya status layak investasi juga bisa mendukung rencana ekspansi ke depan. Pertimbangan perusahaan tersebut, hanya sedikit perusahaan di Indonesia yang menyandang status layak investasi.
Pertimbangan lain, Protelindo lebih dahulu mendapatkan status layak investasi dari S&P, ketimbang Negara Indonesia yang mendapatkannya pada Mei 2017 lalu. "Itu perusahaan punya rating sama atau lebih baik dari Indonesia, kan berarti produk kreditnya baik," klaim Adam.
Adapun rencana ekspansi Sarana Menara tahun ini masih seputar penambahan menara telekomunikasi. Mereka akan menempuh cara membangun menara baru maupun mengakuisisi menara milik perusahaan lain.
Mengenai jenis menara telekomunikasi, Sarana Menara akan mengembangkan menara telekomunikasi regular maupun microcell pole (MCP). Kalau pengembangan menara telekomunikasi regular di bawah Protelindo, pengembangan MCP di bawah PT Iforte Solusi Infotek.
Saat ini, Sarana Menara sedang dalam tahap membangun 200 MCP dan 100 menara telekomunikasi reguler. Sementara total koleksi menara telekomunikasi perusahaan tersebut hingga Maret 2017 mencapai 14.500 unit. Sebanyak 600 unit di antaranya berupa MCP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News