Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
Menurut Fabby, proyek pembangkit EBT yang belum mencapai FC merupakan sisa-sisa dari proyek yang melalui proses Memorandum of Understanding (MoU) sepanjang 2017 dan 2018 lalu. Proyek-proyek EBT tersebut terkendala bankability mengingat proses penentuan harga listriknya masih mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No. 50 Tahun 2017.
Proyek-proyek EBT yang belum mencapai FC juga disebabkan adanya kendala kemampuan penyediaan ekuitas dari pengembang yang bersangkutan. Adanya pandemi Covid-19 juga mempengaruhi proses penyelesaian PPA, termasuk proses pemenuhan ketentuan FC dari beberapa proyek pembangkit EBT.
Baca Juga: Begini komentar asosiasi PLTA terkait rancangan Perpres harga pembelian listrik EBT
Untuk mempercepat pengembangan EBT, kuncinya antara lain harga jual listrik EBT harus merefleksikan keekonomian pembangkit dan risiko proyek, kemampuan pengembang dalam memenuhi ketentuan perbankan supaya bisa FC, serta proses PPA yang cepat, transparan, dan kredibel.
Maka dari itu, regulasi yang dikeluarkan pemerintah, termasuk Peraturan Presiden terkait harga pembelian listrik EBT dinilai akan sangat membantu proyek-proyek EBT.
“Misalnya dengan adanya ketentuan Feed in Tariff (FiT) untuk pembangkit skala kecil atau di bawah 5 MW, diharapkan dapat mengatasi kendala harga listrik dan masalah proses PPA, serta meningkatkan bankability suatu proyek EBT,” pungkas Fabby.
Selanjutnya: Pemerintah genjot program REBID dan REBED untuk dorong implementasi EBT
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News