Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai program akselerasi pengembangan energi baru terbarukan (EBT) terus digenjot guna mengejar target bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025. Beberapa program pengembangan EBT di antaranya adalah Renewable Energy Based Industrial Development (REBID) dan Renewable Energy Based Economic Development (REBED).
Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menyampaikan, Indonesia memiliki potensi EBT yang cukup besar, namun hingga saat ini pemanfaatannya masih rendah. Ia menyebut, dari target bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025 nanti, realisasi di tahun 2020 kurang lebih baru mencapai 11%.
Capaian tersebut sejauh ini didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), dan bioenergi. “Jadi 3 komoditi ini yang mendominasi. Ke depannya, pemerintah akan dorong pengembangan pembangkit dari sumber EBT lainnya,” tutur dia dalam siaran pers di situs Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Selasa (17/11).
Feby mengatakan, strategi pengembangan EBT yang pertama sekali adalah penciptaan pasar baru untuk energi terbarukan melalui program REBID dan REBED. REBID dilaksanakan melalui pengembangan potensi PLTA dan PLTP skala besar yang terintegrasi dengan pengembangan industri serta sinergitas pengembangan EBT dengan pengembangan kluster ekonomi.
Tujuan utama program REBID adalah pemanfaatan EBT skala besar untuk menciptakan pertumbuhan industri sebagai upaya menghasilkan produk global.
Baca Juga: Asosiasi PLTA ikut kritisi rancangan Perpres harga pembelian listrik EBT
Beberapa proyek PLTA yang dilakukan melalui skema REBID antara lain PLTA Kayan 9.000 MW untuk industri manufaktur yang sekarang dalam persiapan konstruksi, PLTA Mentarang 1.375 MW untuk industri smelter yang sedang dalam proses studi kelayakan dan perizinan, serta rencana pengembangan PLTA Sembakung 250 MW dan PLTA Bahao 1.300 MW.
Selain PLTA, program REBID juga diimplementasikan untuk pembangkit listrik berbasis panas bumi. Adapun rencana pengembangan PLTP dengan skema REBID antara lain PLTP Hamiding 200 MW di Halmahera, PLTP Jailolo 30 MW di Halmahera, PLTP Songa Wayaua 10 MW di Bacan, PLTP Blawan Ijen 165 MW di Jawa Timur, dan PLTP Arjuno Welirang 180 MW di Jawa Timur.
Sementara itu, REBED merupakan program penggunaan EBT untuk memacu perekonomian wilayah termasuk pada lokasi 3T atau terdepan, terpencil dan tertinggal.
Implementasi program pengembangan EBT melalui skema REBED antara lain berupa pengembangan micro grid untuk mengembangkan kluster ekonomi terpadu di pulau-pulau kecil, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk cold storage, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) skala kecil berbasis potensi bahan baku lokal, pengembangan Proyek PLTP sesuai dengan Program Flores Geothermal Island dan isolated-system lainnya, konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi PLT EBT secara bertahap, serta perencanaan dan pembangunan penyediaan listrik di wilayah 3T.
“Tentunya selain kedua program di atas, pemerintah juga mengupayakan program-program yang lain. Kami juga mengharapkan peranan akademisi dalam penelitian dan pengembangan teknologi untuk mendukung akselerasi pengembangan EBT ini,” pungkas Feby.
Selanjutnya: Pemerintah tarik kompensasi biaya eksplorasi panas bumi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News