kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Proyek LRT Jabodebek Jadi Beban PT KAI? Berikut Penjelasan Direktur Utama PT KAI


Minggu, 10 Juli 2022 / 15:12 WIB
Proyek LRT Jabodebek Jadi Beban PT KAI? Berikut Penjelasan Direktur Utama PT KAI
ILUSTRASI. Sejumlah rangkaian kereta LRT (Light Rail Transit) parkir di Depo Bekasi, Jawa Barat. PT KAI buka suara menyoal pengerjaan proyek LRT Jabodebek.ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/rwa.


Reporter: Vina Elvira | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kereta Api Indonesia (Persero) (KAI) buka suara menyoal pengerjaan proyek LRT Jabodebek. Desain pembiayaan yang tidak benar, dinilai membuat proyek LRT Jabodebek menjadi beban bagi PT KAI.  

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Didiek Hartantyo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI di Jakarta Rabu (6/7) lalu mengatakan, skema pembiayaan proyek Jabodebek sudah aneh dan tidak benar sejak awal. 

Sehingga KAI harus menjadi pihak yang membiayai pembangunan infrastruktur kepada kontraktor dan juga membayar biaya operasi sarana LRT Jabodebek. 

Keanehan pelaksanaan proyek LRT Jabodebek ini salah satunya tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2017, yang menyebutkan bahwa PT KAI bertanggungjawab membayar utang proyek pembangunan LRT Jabodebek.

Baca Juga: Kawal Kelancaran Operasional LRT Jabodebek, KAI Gandeng Basarnas

Aturan tersebut membuat pembiayaan pembangunan LRT Jabodebek dilakukan melalui PT KAI sebagai operator. 

"Sehingga proyek kita agak aneh, pemilik proyek Kementerian Perhubungan, kontraktor Adhi Karya, dan di Perpres 49 (2017), Kereta Api jadi pembayar. Jadi kalau dibuka anatomi itu memang ini sesuatu yang tidak wajar. Namun ini dalam rangka menyelesaikan proyek strategis nasional," jelas Didiek. 

Riwayat Proyek LRT Jabodebek

Dia memaparkan, proyek LRT Jabodebek diawali pada tahun 2015, yang diinisiasi oleh Kementerian Perhubungan dan salah satu perusahaan kontraktor. Lalu dibuatlah Perpres Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/ Light Rail Transit Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. 

Dalam perjalanannya, tepatnya di 2017, pelaksanaan proyek LRT Jabodebek mulai didera berbagai kendala, termasuk lantaran belum adanya kontrak antara Kementerian Perhubungan dan kontraktor. 

Kondisi tersebut membuat kontraktor kesulitan menagih ongkos pembangunan kepada pemerintah. Padahal, sudah cukup banyak dana yang dikeluarkan untuk membiayai proyek ini. 

Menteri Keuangan pada saat itu (2017), pun menyampaikan bahwa keuangan negara tidak memungkinkan untuk mengeluarkan dana sebesar Rp 29,9 triliun untuk proyek LRT. Namun memang pemerintah akan membantu lewat skema cicilan. 

Baca Juga: Progres Capai 82,34%, LRT Jabodetabek Pasang 16 Gate Tapping Non-tunai di 18 Stasiun

Didiek berpendapat, beleid tersebut tidak sesuai dengan model bisnis dalam undang-undang, karena pembangunan infrastruktur dan sarana ada dalam satu proyek, sehingga menjadi beban kepada operator, yakni PT KAI.

Di mana, berdasarkan Perpres Nomor 49 Tahun 2017, KAI ditugaskan sebagai penyelenggara pengoperasian, perawatan, serta pengusahaan proyek infrastruktur dan sarana LRT yang dijadikan satu proyek.

"Karena desainnya sudah gak benar dari awal, jadi LRT itu jadi bagian PT Kereta Api dan akan menjadi beban, dan harapan saya LRT Jabodebek bisa membangkitkan angkutan penumpang," sebut dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×