Reporter: Albertus M. Prestianta | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Rencana PT Dirgantara Indonesia (PTDI) untuk merevitalisasi dan memperbaiki kinerja perusahaan bakal mendekati kenyataan. Dalam waktu dekat, perusahaan pelat merah ini akan menerima kucuran penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 1 triliun.
Director of Aerostructure PTDI Andi Alisjahbana, memperkirakan, dana tersebut akan cair pada Juli ini. Nantinya, sekitar 50% dari dana itu akan digunakan untuk memperbaiki mesin-mesin produksi. Sisanya untuk modal kerja. "Dengan revitalisasi mesin, diharapkan produksi dapat meningkat dua kali lipat," ujarnya, Kamis (19/7).
Saat ini, kapasitas produksi komponen pesawat hanya sekitar 30.000 pieces. Nah, dengan adanya revitalisasi pabrik, produksi bisa mencapai 60.000 pieces di tahun depan.
Dus, kemampuan perusahaan memproduksi pesawat pun bakal bertambah, dari semula hanya enam unit dalam setahun, bisa menjadi 12 pesawat. "Dengan begitu, pembuatan pesawat bisa dipercepat dan pengiriman ke pembeli bisa lebih cepat. Kami akan dapat memenuhi semua pemesanan sesuai kontrak," jelas Andi.
Namun, sejatinya saat ini perusahaan membutuhkan modal kerja hingga Rp 2,06 triliun. Tapi, pemerintah baru menyetujui pengucuran dana Rp 1 triliun. Sisanya, diperkirakan bakal cair tahun depan.
Selain perbaikan mesin, PTDI juga akan merevitalisasi sumber daya manusia (SDM). Untuk itu, perusahaan siap merekrut 1.500 pekerja terampil hingga 2017 mendatang.
Fokus pesawat komersial
Rencana revitalisasi yang diusung PTDI itu tak terlepas dari tekad perusahaan untuk memperbesar porsi bisnis pesawat komersial. Saat ini produksi pesawat angkut penumpang memang masih kalah dibanding pesanan untuk keperluan militer.
Direktur Utama PTDI Budi Santoso menyebut, dari total produksi pesawat PTDI, sekitar 80% kontrak pembuatan pesawat militer. "Kami ingin di 2016, porsi pesawat komersial menjadi 80%, sisanya pesawat militer," ungkapnya.
Demi mencapai target tersebut, PTDI pun rajin berburu kontrak baru. Salah satu kontrak terbaru yang diraih PT DI adalah pesanan 20 unit pesawat Cassa 212 dari PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) untuk memenuhi kebutuhan di penerbangan perintis. Kedua belah pihak sudah meneken nota kesepahaman pengadaan pesawat tersebut, Kamis (19/7).
Menurut Budi, permintaan untuk penerbangan perintis di Indonesia terus meningkat. Kerjasama ini diharapkan bisa memacu perusahaan untuk menggenjot produksi pesawat penerbangan sipil yang berbeda tipe dengan produk pesawat militer yang selama ini menjadi andalan PTDI.
Menurut Budi, satu pesawat Cassa 212 seharga US$ 6,5-US$ 7,5 juta. Namun, saat ini belum ada kesepakatan harga antara PTDI dan MNA. "Kesepakatan kontrak masih proses. Kami berharap sebelum akhir tahun kontrak sudah diteken," ujarnya.
Andi mengkalkulasi, nilai kontrak 20 pesawat tersebut bisa mencapai Rp 1 triliun. Untuk merakit satu Cassa 212 butuh waktu setahun.
Selain kerjasama dengan Merpati, PTDI juga telah mendapat pekerjaan untuk pengembangan pesawat Airbus A350. PTDI tidak hanya memproduksi komponen untuk pesawat Airbus tapi juga mengerjakan engineering dalam pengembangan pesawat tersebut. Nilai kontrak pengembangan pesawat A350 mencapai US$ 1 juta-2 juta.
Selain itu, perusahaan juga masih mengerjakan pembuatan komponen untuk struktur Airbus A320/321/330/30/350 dan A380 yang diperoleh dari Spirit (kini bernama BAe System-UK) dan dari CTRM Malaysia sejak 2002 silam. PTDI juga berniat tetap melanjutkan rencana kerjasama dengan Sukhoi, meski peswat tersebut mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu.
Rencananya, perusahaan ini akan memproduksi komponen sayap bagian belakang untuk 800 pesawat Sukhoi Superjet 100. Kerjasama diperkirakan bakal berlangsung hingga 2025. Saat ini Sukhoi Superjet 100 baru diproduksi sebanyak 12 pesawat. "Rencana kerjasama itu masih dalam penjajakan. Kami menunggu keputusan terbaru," ujar Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News