kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

REI: Aturan LTV perlu diikuti sinkronisasi kebijakan perpajakan


Senin, 16 Juli 2018 / 14:17 WIB
REI: Aturan LTV perlu diikuti sinkronisasi kebijakan perpajakan
ILUSTRASI. Soelaiman Soemawinata, Ketua Umum REI


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) menyambut positif kebijakan relaksasi Loan to Value (LTV) yang dilakukan Bank Indonesia. Langkah ini dinilai sebagai kebijakan jitu di tengah lesunya industri properti di Tanah Air.

Asosiasi memperkirakan relaksasi tersebut akan mendorong pertumbuhan penjualan setidaknya 10% secara year on year di segmen menengah. “Khususnya untuk hunian dengan harga Rp 200 juta hingga Rp 500 juta per unit,” ungkap Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata dalam siaran persnya, Senin (16/7).

Namun, REI mengharapkan terobosan yang dimaksudkan untuk menggerakkan kembali sektor properti itu perlu disempurnakan dengan sinkronisasi dengan beberapa kebijakan lain.

Contohnya, peninjauan sejumlah peraturan perpajakan yang selama ini kurang ramah terhadap perkembangan industri properti. Antara lain isu penerapan PPN Final, pajak lahan terlantar, PPnBM dan jenis-jenis pajak lainnya yang sudah tidak relevan.

“Contoh PPnBM sebesar 20% untuk rumah tapak mewah seharga Rp 20 miliar dan rumah vertikal strata-title seharga Rp 10 miliar per unit, menurut saya sebaiknya di tax holiday atau dihilangkan kan saja dulu. Karena ini menghambat secara psikologis, dimana pengembang akhirnya memilih untuk tidak membangun hunian seharga itu, padahal pasarnya ada,” kata Soelaeman.

Dia juga menyoroti maraknya isu penerapan pajak final non final dan penerapan pajak progresif untuk tanah terlantar beberapa waktu lalu yang cukup mengganggu psikologis pengembang. Banyak pelaku usaha properti yang sudah mau bergerak akhirnya memilih untuk menyetop dulu pembangunan. 

Sektor properti berkaitan erat dengan hampir 174 industri penunjang ikutan di belakangnya (backward linkage), dan secara forward linkage-nya akan menciptakan investasi baru di kawasan itu, menyumbang pajak buat negara, dan membuka lapangan kerja.

Di mall saja dapat terciptakan 2.000 lapangan kerja, sedangkan di hotel sekitar 1.000 orang. Itu semua adalah pekerja permanen, di luar tenaga kerja konstruksi yang bersifat sementara. Oleh karena itu, pemerintah harus terus memberikan perhatian kepada industri properti nasional.

REI tidak meminta untuk diberi insentif dari sisi angka kepada pengembang, tetapi hanya berharap diberikan kemudahan dalam proses mengurus perizinan dan jangan dibebani pajak-pajak yang sebenarnya tidak relevan diberlakukan.

Untuk kemudahan perizinan, REI mendorong pemerintah segera dapat melaksanakan sistem perizinan secara elektronik atau online single submission (OSS) secara menyeluruh di seluruh Indonesia. Dengan sistem ini diharapkan proses perizinan termasuk di sektor properti menjadi lebih efektif dan terukur baik dari sisi waktu maupun biaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×