kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

REI kecewa pemilikan asing tak diatur dalam UU Rumah Susun


Rabu, 19 Oktober 2011 / 13:54 WIB
REI kecewa pemilikan asing tak diatur dalam UU Rumah Susun
ILUSTRASI. Suasana aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.


Reporter: Maria Rosita | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Rumah Susun dalam rapat paripurna, kemarin (18/10).

Beleid baru ini mengatur soal pemanfaatan tanah milik negara atau daerah serta tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun. Selain itu, UU ini juga mengatur ketentuan kredit bungan rendah dan keringanan biaya sewa bagi rumah susun umum maupun khusus.

Namun, Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) kecewa lantaran dalam UU tersebut, pemilikan asing tetap tidak diatur. Dan tambahan investasi pun tidak jadi masuk.

Ketua Pembina REI, Teguh Satria, berpendapat, diaturnya pemilikan asing dalam properti di Indonesia bisa menumbuhkan industri properti. Saat ini harga jual maupun sewa properti di Indonesia sangat murah. Baik apartemen, ruang perkantoran, maupun ritel.

Dengan harga tanah rata-rata Rp 10 juta - Rp 20 juta per meter persegi, kita menduduki posisi di bawah dibandingkan negara lain di Asia Pasifik. "Ini kan sebenarnya peluang meningkatkan nilai jual properti kita," kata Teguh kepada KONTAN, Rabu (19/10).

Padahal, kata Teguh, pengembang dan pemerintah bisa bersama-sama menikmati keuntungan dari harga jual dan pajak pemilikan asing. Ambil contoh untuk apartemen. Untuk asing harga dipatok US$ 250.000 atau sekitar Rp 2,2 miliar per unit. Dengan pajak 40%, setidaknya diperoleh Rp 880 juta - Rp 1 miliar dari tiap unit.

Ketua REI Setyo Maharso menambahkan, hak asing memang harus diatur, jika tidak, akan terjadi lagi seperti di Bali yaitu rekayasa pemilikan properti. Contohnya pria asing menikahi warga lokal, dan jika orang asing tersebut pergi, warga lokal yang dinikahi itu yang menanggung biaya selanjutnya.

Selain itu, unit-unit yang dibangun menjadi mubazir kalau hanya mengandalkan pembeli domestik. "Kalau ada peraturan yang jelas, kita bisa patok harga lebih tinggi untuk asing," ujar Setyo.

Wakil Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk., Handaka Santosa, berpendapat, kalau pemilikan asing diatur, pertumbuhan ekonomi bisa lebih cepat. Asing yang masuk Indonesia tak cuma di sektor ruang perkantoran dan urusan perusahaan.

"Mereka itu juga butuh tempat tinggal. Kalau boleh memiliki, properti berkembang dan menyerap tenaga kerja," kata Handaka.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×