Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Real Estate Indonesia (REI) menyambut baik rencana pemerintah membuat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) tentang pembangunan perumahan dengan hunian berimbang.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) REI Totok Lusida menyambut baik rencana pemerintah membuat aturan itu. Ia mengatakan relaksasi aturan pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tersebut sesuai dengan keinginan dunia usaha. "Aturan ini harus bisa dilaksanakan, aplikatif di seluruh Indonesia," kata Totok kepada Kontan, Kamis (14/11).
Baca Juga: Emiten properti optimistis hingga akhir tahun pasar properti mulai menggeliat
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai, ketentuan konsep hunian berimbang bermasalah pada ketersediaan lahan. Lokasi pembangunan hunian kelas satu memiliki harga tanah tinggi, sehingga pengembang kesulitan memenuhi pembangunan rumah MBR.
"Pengembang bukan tidak mau, masalahnya harga tanah mahal kalau dipaksakan membangun rumah menengah ke bawah," ujarnya.
Untuk itu Ali berharap lokasi pembangunan bagi rumah MBR tidak perlu satu lokasi. Bila perlu, pemerintah menyediakan lahan bagi pemenuhan hunian berimbang.
Sebagai informasi, dalam waktu dekat Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bakal merilis Peraturan Menteri (Permen) soal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang. Terdapat relaksasi yang dapat membuat pengembang bernafas lega.
Relaksasi yang dimaksud terdapat dalam pasal 10 ayat (3), draf Permen PUPR tentang Pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang yang diperoleh Kontan.co.id. Ayat tersebut menyebutkan komposisi terbaru yang direstui kementerian PUPR dalam hal pembangunan perumahan selain skala besar.
Baca Juga: Totalindo Eka Persada (TOPS) berencana rights issue Rp 4 miliar saham
Dalam draf Permen terbaru ini, Kementerian mengizinkan komposisi perbandingan pembangunan rumah oleh pengembang dalam pembangunan perumahan selain skala besar, ke dalam tiga kategori.
Pertama, 1 rumah mewah berbanding paling sedikit 2 rumah menengah dan berbanding paling sedikit 3 rumah sederhana. Kedua, 1 rumah mewah berbanding paling sedikit 3 rumah sederhana. Dan ketiga, 2 rumah menengah berbanding paling sedikit 3 rumah sederhana.
Kelonggaran berikutnya diterangkan dalam pasal 11 ayat (2) yang menyebutkan, pembangunan rumah sederhana dapat dikonversi dalam bentuk rumah susun umum. Syaratnya, apabila pengembang kesulitan memperoleh tanah dan harga tanah mahal yang dibuktikan lewat surat pernyataan oleh pemerintah daerah.
Sekadar mengingatkan, pada ketentuan sebelumnya, hanya ada satu rasio bagi pembangunan perumahan skala besar maupun non skala besar, yakni 1 rumah mewah berbanding paling sedikit 2 rumah menengah dan berbanding paling sedikit 3 rumah sederhana.
Baca Juga: Kenaikan harga rumah tipe kecil dorong kenaikan harga properti residensial
Sejatinya, aturan mengenai pembangunan perumahan dengan hunian berimbang ini untuk menanggulangi masalah kekurangan hunian (backlog) di Indonesia.
Ketentuan tersebut mewajibkan kepada setiap pengembang untuk membangun rumah tapak atau rumah susun murah, yang terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah. Hal itu diatur dalam UU No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Perumahan dan UU No.20/2011 tentang Rumah Susun.
Pelaksanaan UU itu kemudian diperjelas dalam Permen No.10/2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman Dengan Hunian Berimbang, yang kemudian direvisi dengan Permen No.7/2013.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News