kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rembesan gula rafinasi sulit dikendalikan


Selasa, 28 Januari 2014 / 22:19 WIB
Rembesan gula rafinasi sulit dikendalikan
ILUSTRASI. Menurunkan berat badan adalah salah satu cara mencegah asam urat


Reporter: Handoyo | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Berbagai cara untuk mengendalikan peredaran gula rafinasi agar tidak merembes ke pasar eceran diyakini tak akan efektif selama produksi melampaui kebutuhan riil industri makanan dan minuman penggunanya.

Adig Suwandi, Sekretaris Perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI mengatakan, setidaknya terdapat dua opsi yang dapat dipertimbangkan untuk mengendalikan peredaran gula rafinasi tersebut.

Pertama, membatasi impor gula kristal mentah atau raw sugar yang digunakan sebagai bahan baku secara ketat dan taat asas diikuti sanksi hukum yang memberikan efek jera kepada perusahaan bersangkutan.

Kedua, mengekspor surplus produksi ke pasar global. Dengan harga raw sugar di pasar global yg sangat murah dan hanya 16-20 cent per lb dan harga gula dunia USD 405-430 per ton FOB (harga di negara asal, belum termasuk biaya pengapalan dan premium), masih terdapat margin bila surplus diekspor.

"Apalagi kalau atas nama pengembangan dan industri berorientasi ekspor," kata Adig dalam siaran persnya, Selasa (28/1). Sekedar informasi industri gula rafinasi mendapatkan fasilitas keringanan bea masuk 0-5%. Tergantung bagaimana struktur biaya pengolahan raw sugar menjadi gula rafinasi berikut transportasi yang timbul.

Sebelumnya Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengusulkan, untuk mencegah rembesan gula rafinasi bagi industri kecil yang tidak memiliki akses ke pabrikan dibentuk asosiasi atau koperasi. Asosiasi atau koperasi inilah yang diharapkan mendapatkan alokasi kuota dari pabrikan gula rafinasi.

Ketegangan antara pabrikan gula rafinasi dengan petani dan pabrik gula berbahan baku tebu muncul akibat terus berulangnya gula rafinasi masuk ke pasar eceran yang selama ini menjadi domain gula berbahan baku tebu.

Apalagi hingga terdapat beda persepsi soal pasar bagi 350.000-400.000 ton gula yang menurut pabrikan gula rafinasi merupakan segmennya. Padahal de facto mereka lebih banyak menggunakan gula tebu dengan alasan lebih manis.

Fakta lain menunjukkan kebijakan pengembangan industri gula rafinasi di Indonesia sendiriĀ  tidak pernah jelas. Kalau arahnya terintegrasi dengan tebu seperti Thailand, Brazil, dan Australia memang tidak perlu dipersoalkan.

Tetapi kalau hanya dengan mengimpor raw sugar untuk diolah tanpa tebu seperti Malaysia, Korea Selatan, dan Emirat Arab, semuanya untuk ekspor. Jalan tengah untuk Indonesia adalah distribusi terbatas atau langsung ke konsumen industri dan kalau ada surplus diekspor saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×