Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
NUSA DUA. Kerusakan hutan dan lahan gambut di Indonesia akibat penyalahgunaan fungsi lahan dan kebakaran dinilai sudah sangat mengkhawatirkan. Pemerintah pun sedang berupaya melakukan rehabilitasi atau restorasi lahan-lahan gambut yang rusak.
Setidaknya, dalam lima tahun ke depan, butuh Rp 50 triliun untuk merestorasi 2 juta hektar lahan gambut yang rusak.
"Pemerintah ingin melakukan sesuatu yang besar untuk merestorasi hutan-hutan lahan gambut yang rusak ekosistemmya," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla saat memberikan sambutan dalam acara Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2015 di Nusa Dua, Bali, Kamis (26/11).
Menurut dia, anggaran Rp 50 triliun hampir setara dengan jumlah pajak yang dibayarkan perusahaan-perusahaan sawit kepada negara. Pemerintah, ucap Kalla, akan mengembalikan hasil pajak itu untuk pembiayaan restorasi hutan dan lahan gambut.
"Oleh karena itulah maka perusahaan harus berpartisipasi bersama-sama karena kalau kita tidak melakukan perbaikan ekosistem, tidak melakukan restorasi, maka akan menjadi masalah di kemudian hari dan juga aktivis-aktivis lingkungan akan menggempur kita," kata Kalla.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan bahwa dana rehabilitasi lahan gambut berasal dari dana hibah luar negeri yang jumlahnya mencapai jutaan dollar.
"Anggaran rencananya dari dukungan luar negeri. Kalau kita lihat kerusakan ekosistem ataugambut ini menjadiconcerninternasional dan kawan-kawan ikuti dalam diskusi internasional banyak unsur luar simpati dan membantu," ujar Siti di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (24/11).
Lebih lanjut, dia merinci negara-negara yang akan memberikan bantuan dana tersebut yakni Norwegia sekitar US$ 800.000 sampai US$ 1 juta, Inggris sekitar US$ 3 juta, Amerika Serikat sebesar US$ 2,9 juta.
Selain itu, kemungkinan akan ada dana tambahan dari Bank Dunia. Meski begitu, dana Bank Dunia itu masih perlu dibahas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News