Reporter: Leni Wandira | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri musik nasional dinilai masih jauh dari potensi optimalnya. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas mengungkapkan, potensi ekonomi dari royalti musik di Indonesia bisa mencapai Rp 2,5 triliun hingga Rp 3 triliun per tahun.
Namun hingga kini, realisasi yang berhasil dikumpulkan baru sekitar Rp 200 miliar.
“Potensi kita untuk royalti di Indonesia kami sudah hitung bisa mencapai Rp 2,5 triliun sampai Rp 3 triliun. Tapi hari ini, besaran royalti kita, mau analog maupun digital, itu masih Rp 200 miliar. Kita kalah dengan Malaysia, yang penduduknya hanya 34 juta, tapi sudah mampu mengolek Rp 600 miliar,” kata Supratman dalam Diskusi Musik, Hak Cipta, dan Ruang Publik di Hotel Tribrata, Jakarta Selatan, Rabu (8/10/2026).
Baca Juga: Pemerintah Pangkas Biaya LMK Jadi 8%, Industri Musik Siap Era Royalti Transparan
Perbandingan tersebut, kata Supratman, menjadi alarm bagi pemerintah dan pelaku industri kreatif untuk membenahi sistem pengelolaan royalti nasional. Lemahnya tata kelola serta rendahnya kesadaran publik terhadap kewajiban royalti dinilai sebagai faktor utama minimnya penerimaan.
“Kementerian Hukum juga punya tanggung jawab di sana. Karena itu kami berfokus memperbaiki tata kelolanya,” ujarnya.
Supratman mencontohkan, kasus Mie Gacoan menjadi pelajaran penting bagi dunia usaha. Ketika brand tersebut akhirnya sepakat membayar royalti Rp 2,2 miliar atas tiga tahun pemakaian musik komersial, jumlah tersebut sebenarnya kecil dibandingkan omzet dan jumlah outlet mereka.
“Nilainya sangat kecil dan tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa itu mempengaruhi harga produk. Jadi ini lebih ke soal kepatuhan dan pemahaman,” jelasnya.
Ia menambahkan, pemerintah kini tengah melakukan transformasi sistem pengelolaan royalti agar lebih transparan dan efisien, termasuk mendorong digitalisasi data serta pembatasan biaya operasional Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) menjadi maksimal 8%. Langkah ini diharapkan dapat memastikan royalti benar-benar sampai ke tangan pencipta lagu.
Supratman juga menilai pembenahan ekosistem royalti akan berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi kreatif nasional.
Baca Juga: Menteri Ekraf Tekankan Sistem Royalti Musik Berbasis Penggunaan
"Begitu transformasi soal royalti kita lakukan, pasti orang akan semakin berlomba-lomba berkreasi. Karena musik sekarang bukan sekadar hiburan, tapi sudah menjadi industri,” katanya.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan kebijakan pemanfaatan hak kekayaan intelektual (HKI) sebagai jaminan pembiayaan perbankan. Melalui kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), sertifikat hak cipta, merek, dan paten akan dapat dinilai secara objektif dan dijadikan agunan pinjaman.
“Peraturan OJK-nya sudah memungkinkan, dan kini kami tengah membentuk lembaga penilai HKI agar setiap karya bisa di valuasi dengan standar yang jelas,” ujar Supratman.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah juga tengah menyiapkan skema pembiayaan ekonomi kreatif berbasis HKI senilai Rp 10 triliun yang ditargetkan mulai berjalan pada 2026.
“Pembicaraan awal sudah disetujui, tapi masih menunggu keputusan rapat Menko Perekonomian dan Presiden,” pungkasnya.
Selanjutnya: 5 Film dan Serial Adapatasi Novel Misteri Thriller Yang Tayang Oktober 2025
Menarik Dibaca: Lewat BlibliFresh, Blibli Tawarkan Layanan Groceries Online Segar, Cepat, dan Mudah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News