Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha di industri alat berat mencermati fluktuasi nilai tukar rupiah yang menjelang akhir September bergerak melandai. Kurs acuan Jisdor Bank Indonesia mencatat posisi rupiah sedang parkir di area Rp 16.680 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin (29/9).
Posisi rupiah awal pekan ini menguat dibandingkan level Rp 16.775 pada akhir pekan lalu, Jumat (26/9). Meski begitu, kondisi rupiah masih melemah ketimbang posisi awal September 2025 di level Rp 16.463 per dolar AS. Apalagi jika dibandingkan posisi awal tahun 2025, yang kala itu masih bertengger di level Rp 16.236 per dolar AS.
Direktur PT Intraco Penta Tbk (INTA) Willianto Febriansa menyampaikan bahwa fluktuasi kurs turut berdampak terhadap industri alat berat. Kondisi ini menjadi tantangan bagi produk alat berat yang secara unit maupun komponen dan suku cadang didatangkan melalui impor.
Willianto bilang, ketika dolar AS mengalami apresiasi terhadap rupiah, biasanya mata uang Yuan China (CNY) juga mengikuti. Saat ini, INTA bersama prinsipal alat berat LiuGong masih mencermati fluktuasi rupiah terhadap dolar AS maupun CNY.
Baca Juga: Hexindo Adiperkasa Bagikan Dividen Rp 356 Miliar, Setara 70% Laba Bersih
Apabila kurs dolar AS dan CNY terus mengalami apresiasi terhadap rupiah, tidak menutup kemungkinan untuk menyesuaikan harga penjualan.
"Kami masih menunggu konfirmasi dari prinsipal untuk hal ini. Jadi, prinsipal yang melakukan impor alat dan parts, sehingga jika ada apresiasi kurs CNY ke rupiah akan menambah beban harga pokok," kata Willianto saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (28/9).
Willianto berharap, kurs rupiah akan bisa kembali menguat dan bergerak stabil dalam rentang Rp 16.000 - 16.250 per dolar AS, serta Rp 2.100 - Rp 2.200 per CNY. "Pelaku industri sangat mengharapkan kestabilan kurs mata uang asing, sehingga dapat membuat perencanaan keuangan dengan baik," tandas Willianto.
Dihubungi terpisah, Corporate Secretary PT United Tractors Tbk (UNTR) Sara K. Loebis mengungkapkan bahwa emiten dari konglomerasi Grup Astra ini melakukan review atas sensitivitas forex. Peninjauan ini dilakukan secara periodik terhadap bisnis konsolidasi United Tractors Grup.
Sebab, UNTR memiliki sejumlah lini bisnis yang sensitif terhadap fluktuasi kurs, khususnya pada segmen pertambangan serta alat berat. Sara bilang, pelemahan maupun penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan membawa dampak berbeda pada masing-masing segmen bisnis tersebut.
"(Ada plus - minus), karena dalam portofolio United Tractors ada kombinasi pendapatan dalam dolar AS di bisnis komoditas, maka secara konsolidasi pengaruh forex tidak material," kata Sara.
Baca Juga: Intraco Penta (INTA) Optimistis Raih Target Penjualan di 2025
Prospek Bisnis Alat Berat
Secara kinerja, penjualan alat berat Komatsu UNTR hingga Agustus 2025 mengalami pertumbuhan dobel digit. Penjualan Komatsu naik 15,52% secara tahunan (year on year) dari 2.950 unit menjadi 3.408 unit sepanjang delapan bulan pertama 2025.
Sektor pertambangan masih menjadi pasar terbesar penjualan alat berat UNTR dengan porsi 64%. Disusul oleh sektor pertanian (14%), konstruksi (12%) dan kehutanan (10%).
Investor Relations United Tractors, Ari Setiawan mengungkapkan penjualan alat berat UNTR terdongkrak sejak periode paruh pertama 2025. Hal ini terutama didorong oleh penerusan kontrak (carry over) dari pemesanan di sektor pertambangan yang sudah dilakukan pada kuartal IV-2024.
Permintaan dari proyek food estate turut menopang penjualan alat berat UNTR pada semester I-2025. Tetapi, Ari memprediksi ada perlambatan permintaan pada semester II-2025 baik dari sektor pertambangan maupun sektor lainnya.
Ari menyoroti pada semester II-2025, pemerintah akan terlebih dulu fokus pada penyiapan infrastruktur di proyek food estate. Sedangkan permintaan dari sektor tambang akan terpengaruh oleh fluktuasi harga komoditas, terutama batubara.
Dengan level harga komoditas saat ini, sebagian penambang kemungkinan akan menahan investasi untuk menambah alat berat baru. "Khususnya tipe besar, karena alat berat mereka sudah cukup untuk mencapai kapasitas atau target produksi," ungkap Ari.
Baca Juga: Hexindo Adiperkasa (HEXA) Genjot Segmen Pertanian dan Perkebunan untuk Angkat Kinerja
Meski begitu, Ari meyakini UNTR tetap bisa mencapai target penjualan alat berat sebanyak 4.600 unit sepanjang tahun 2025. Target ini lebih tinggi dibandingkan realisasi penjualan alat berat pada 2024, yang kala itu mencapai 4.420 unit.
INTA juga menyoroti hal yang sama, bahwa penjualan alat berat berpeluang mengalami penurunan di sisa tahun 2025. Willianto sepakat, permintaan alat berat akan dipengaruhi oleh pasar komoditas dunia, terutama batubara.
Willianto bilang, permintaan dari segmen komoditas batubara dan nikel masih memberikan kontribusi terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya. INTA masih optimistis bisa mencapai penjualan 476 unit alat berat di akhir tahun 2025.
"Kami belum melakukan revisi terhadap target pendapatan usaha Perseroan. Kami tetap berusaha untuk mencapai target tersebut," tandas Willianto.
Selanjutnya: Pajak E-Commerce Ditunda, Segini Potensi Penerimaan Negara yang Menguap
Menarik Dibaca: Ketika Si Kecil Rewel, Ini yang Harus Moms Lakukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News