kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Rupiah Melemah Terhadap Dolar, Ini Saran Langkah Mitigasi dari Pengusaha Minyak Sawit


Senin, 07 April 2025 / 23:43 WIB
Rupiah Melemah Terhadap Dolar, Ini Saran Langkah Mitigasi dari Pengusaha Minyak Sawit
ILUSTRASI. Direktur Eksekutif Gabungan Usaha Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga.


Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Adanya kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang mengenakan tarif impor resiprokal ke sejumlah negara, mengakibatkan rupiah kian terdepresi. Ini berpotensi akan membuat harga produk dari Indonesia menjadi semakin murah harganya di pasar global.

Mengenai hal ini, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, menyampaikan beberapa langkah anitisipasi yang bisa dilakukan terkait pelemahan rupiah seiring kebijakan Trump ini.

Pertama, ia menilai Kebijakan AS mengenakan tarif tinggi terhadap produk-produk Indonesia, terutama produk CPO dan Stearic Acid (Oleochemicals) bisa membahayakan atau menurunkan daya saing produk Indonesia dibanding dengan produk sejenis dari Malaysia.

Baca Juga: GIMNI Usulkan Minyak Kelapa Sawit Masuk Program Makan Bergizi Gratis

Maka, Indonesia perlu untuk membahas lagi persoalan kedua negara ini secara bilateral. “Artinya defisit pembelian Amerika akan barang-barang Indonesia dapat dikurangi, dengan cara mengalihkan pembelian barang-barang teknis dan juga produk farmasi baiknya berasal dari AS. Toh juga kita tidak bikin berbagai jenis produk tertentu,” terang Sahat kepada Kontan, Senin (7/4).

Kemudian sambil melakukan negosiasi tarif dagang ini, eksportir Indonesia bisa menggunakan metode dengan memanfaatkan trading office mereka yang ada di Singapura untuk mengekspor produk ke AS.

“Karena berbasis port dari Singapore, impor tarifnya hanya 10% saja. Sedangkan bila langsung dari Indonesia, maka tarif impor akan dikenakan 32%,” jelasnya.

Lebih lanjut, Sahat juga menjelaskan mengenai proyeksi penjualan minyak sawit ke depannya. Menurutnya, Indonesia perlu memikirkan untuk tujuan pasar timur Indonesia, seperti Kanada dan Meksiko karena negara-negara tersebut banyak membutuhkan produk-produk CPO dan Stearic Acids (Oleochemicals).

Baca Juga: Soal Kebijakan Tarif Impor Trump, Begini Dampaknya ke Sektor Kelapa Sawit

Untuk jangka panjang, jelas Sahat, ada baiknya jika Papua mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

“KEK yang berisi industri sawit dari hulu-hilir, maka bila ekspor dari Papua tujuan ke Timur Indonesia (melalui Papua), maka freight cost akan bisa dihemat sekitar US$ 28-30  per ton, dibandingkan bila barang-barang itu berasal dari Malaysia,” tambahnya.

Terakhir, menurut Sahat, Indonesia perlu membuka hub-port incorporated di Pakistan, agar minyak sawit Indonesia dengan mudah mencari  market baru di Afganistan, Kazakstan, dan  negara-negara Asia Tengah lainnya, dengan menggunakan Silk Road yang dikembangkan oleh China melalui Pakistan, kemudian ke Asia Tengah.

Baca Juga: Petani Sawit: Tarif Trump Berpotensi Meningkatkan Biaya Produksi Minyak Sawit

Selanjutnya: Wall Street Lanjutkan Penurunan Setelah Gedung Putih Bantah Laporan Penghentian Tarif

Menarik Dibaca: 5 Kebiasaan yang Menyebabkan Ketiak Hitam, Salah Satunya Jarang Eksfoliasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×