Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Adanya kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang mengenakan tarif impor resiprokal ke sejumlah negara, mengakibatkan rupiah kian terdepresi. Ini berpotensi akan membuat harga produk dari Indonesia menjadi semakin murah harganya di pasar global.
Mengenai hal ini, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, menyampaikan beberapa langkah anitisipasi yang bisa dilakukan terkait pelemahan rupiah seiring kebijakan Trump ini.
Pertama, ia menilai Kebijakan AS mengenakan tarif tinggi terhadap produk-produk Indonesia, terutama produk CPO dan Stearic Acid (Oleochemicals) bisa membahayakan atau menurunkan daya saing produk Indonesia dibanding dengan produk sejenis dari Malaysia.
Baca Juga: GIMNI Usulkan Minyak Kelapa Sawit Masuk Program Makan Bergizi Gratis
Maka, Indonesia perlu untuk membahas lagi persoalan kedua negara ini secara bilateral. “Artinya defisit pembelian Amerika akan barang-barang Indonesia dapat dikurangi, dengan cara mengalihkan pembelian barang-barang teknis dan juga produk farmasi baiknya berasal dari AS. Toh juga kita tidak bikin berbagai jenis produk tertentu,” terang Sahat kepada Kontan, Senin (7/4).
Kemudian sambil melakukan negosiasi tarif dagang ini, eksportir Indonesia bisa menggunakan metode dengan memanfaatkan trading office mereka yang ada di Singapura untuk mengekspor produk ke AS.
“Karena berbasis port dari Singapore, impor tarifnya hanya 10% saja. Sedangkan bila langsung dari Indonesia, maka tarif impor akan dikenakan 32%,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sahat juga menjelaskan mengenai proyeksi penjualan minyak sawit ke depannya. Menurutnya, Indonesia perlu memikirkan untuk tujuan pasar timur Indonesia, seperti Kanada dan Meksiko karena negara-negara tersebut banyak membutuhkan produk-produk CPO dan Stearic Acids (Oleochemicals).
Baca Juga: Soal Kebijakan Tarif Impor Trump, Begini Dampaknya ke Sektor Kelapa Sawit
Untuk jangka panjang, jelas Sahat, ada baiknya jika Papua mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“KEK yang berisi industri sawit dari hulu-hilir, maka bila ekspor dari Papua tujuan ke Timur Indonesia (melalui Papua), maka freight cost akan bisa dihemat sekitar US$ 28-30 per ton, dibandingkan bila barang-barang itu berasal dari Malaysia,” tambahnya.
Terakhir, menurut Sahat, Indonesia perlu membuka hub-port incorporated di Pakistan, agar minyak sawit Indonesia dengan mudah mencari market baru di Afganistan, Kazakstan, dan negara-negara Asia Tengah lainnya, dengan menggunakan Silk Road yang dikembangkan oleh China melalui Pakistan, kemudian ke Asia Tengah.
Baca Juga: Petani Sawit: Tarif Trump Berpotensi Meningkatkan Biaya Produksi Minyak Sawit
Selanjutnya: Wall Street Lanjutkan Penurunan Setelah Gedung Putih Bantah Laporan Penghentian Tarif
Menarik Dibaca: 5 Kebiasaan yang Menyebabkan Ketiak Hitam, Salah Satunya Jarang Eksfoliasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News