kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Petani Sawit: Tarif Trump Berpotensi Meningkatkan Biaya Produksi Minyak Sawit


Senin, 07 April 2025 / 22:05 WIB
Petani Sawit: Tarif Trump Berpotensi Meningkatkan Biaya Produksi Minyak Sawit
ILUSTRASI. Foto udara kendaraan melintasi jalur alternatif Jambi-Sumbar via Ness di Bajubang, Batanghari, Jambi, Minggu (6/4/2025). Arus lalu lintas kendaraan pada H+5 Lebaran di jalan tersebut terpantau ramai lancar meski meningkat dibanding hari sebelumnya dengan didominasi kendaraan roda empat. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/nz.


Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Adanya kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang mengenakan tarif impor resiprokal terhadap produk dari Indonesia sebesar 32% ini berpotensi akan meningkatkan biaya produksi minyak sawit hingga 20%.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Petani Sawit Indonesia (APKASINDO), Gulat Manurung. Gulat menyebut potensi kenaikan produksi ini nantinya akan berdampak pada berkurangnya pemasukan petani.

“Kami pikir-pikir 20% biaya produksi akan naik. Artinya pemasukan petani akan berkurang. Sekarang kan antara Rp 1.500-2.000 kan biaya produksi 1 kg. Nah, harga sawit sekarang kan rata-rata Rp 2800 per kg. Artinya ada Rp 800 lah margin yang diterima petani per kg. Tapi dengan akibatnya ialah naiknya biaya produksi. Artinya berkurang pendapatan petani yang margin 800 jadi 600,” jelas Gulat kepada Kontan, Senin (7/4).

Baca Juga: Industri Hilir Sawit Dinilai Berkontribusi Signifikan Topang Perekonomian Nasional

Gulat menjelaskan mengapa produksi sawit terdampak. Sebab, bahan baku sawit, khususnya pupuk dan obat-obatannya banyak yang impor dari luar negeri.

Jika harga pupuk dan obat-obatan sawit naik, otomatis petani akan melakukan efisiensi pada perawatannya. Jika mengalami pengurangan perawatan, akan berpotensi terjadi pengurangan produktivitas dengan perkiraan sampai 7%.

“Kalau seperti ini kondisinya. Ini kan kebun sawit rakyat ya. Padahal kebun sawit rakyat ini kan 42% dari total luas sawit indonesia atau 6,8 juta hektar. Ini kan cukup lumayan memengaruhi secara nasional,” jelasnya.

Baca Juga: Penguasaha Harap BRICS Jadi Jalan Perluasan Pasar Sawit RI

Di sisi lain, Gulat juga menjelaskan jika pelemahan rupiah terhadap dolar ini juga dapat memberikan keuntungan bagi pelaku usaha sawit, khususnya di hilir.

“Di satu sisi dengan naiknya dolar, karea harga cpo dihitung dengan dolar AS. Tentu naik pula. Jadi ada plus minusnya. Tetapi secara umum biasa peningkatan dolar itu akan dinikmati di sektor hilir,” pungkasnya.

Baca Juga: Soal Kebijakan Tarif Impor Trump, Begini Dampaknya ke Sektor Kelapa Sawit

Selanjutnya: 5 Kebiasaan yang Menyebabkan Ketiak Hitam, Salah Satunya Jarang Eksfoliasi

Menarik Dibaca: 5 Kebiasaan yang Menyebabkan Ketiak Hitam, Salah Satunya Jarang Eksfoliasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×