kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45917,64   -17,87   -1.91%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RUU EBT Akan Dibahas, Ekonom Ini Wanti-Wanti Soal Skema Power Wheeling Jangan Lolos


Minggu, 22 Januari 2023 / 19:47 WIB
RUU EBT Akan Dibahas, Ekonom Ini Wanti-Wanti Soal Skema Power Wheeling Jangan Lolos
ILUSTRASI. Pemerintah dan DPR akan melanjutkan pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) pada pekan depan.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan DPR akan melanjutkan pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) pada pekan depan.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengimbau pemerintah dan DPR untuk berhati-hati dalam membahas RUU EBT ini, terutama soal skema power wheeling. Sebab, jika klausul ini lolos maka akan merugikan masyarakat.

Skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Dengan skema ini, produsen listrik swasta ( independent power producer/ IPP) bisa menjual listrik langsung ke masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki dan dioperasikan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Faisal menilai, dengan adanya keleluasaan pihak swasta memanfaatkan infrastruktur listrik milik negara dan kemudian menjual listrik langsung kepada masyarakat maka berpotensi membuat tarif listrik yang dibayar masyarakat akan mahal. Apalagi, belum ada skema kontrol terkait pengenaan tarif ini.

"Jika selama ini masyarakat mendapatkan tarif listrik yang transparan karena dikelola langsung oleh BUMN. Jika swasta menjual langsung kepada masyarakat maka siapa yang menjadi mengontrol soal tarif. Ini berpotensi akan lebih mahal dan memberatkan masyarakat," ujar Faisal dalam keterangan resmi, Minggu (22/1).

Baca Juga: Salah Besar Kampanye Janji Listrik EBT Lebih Murah Dibandingkan Dengan Energi Fosil

Faisal juga menjelaskan dengan memanfaatkan aset negara tanpa harus memberikan kontribusi lebih kepada negara maka akan malah menjadi kerugian negara.

"Karena jadinya swasta hanya mendompleng infrastruktur yang ada tanpa memberikan nilai tambah," tambah Faisal.

Faisal menambahkan,  swasta perlu diajak untuk membangun infrastruktur kelistrikan di daerah pelosok. Dengan skema investasi, swasta bisa turut membantu negara dengan membangun akses listrik di wilayah pedalaman yang selama ini justru belum terjangkau baik oleh PLN maupun negara.

"Indonesia Timur itu kan masih banyak daerah-daerah yang masih terbatas suplai listrik. Walaupun kita lihat elektrifikasi kita udah 90 sekian persen, tapi pada kenyataannya kan di Timur terutama yang di daerah pelosok itu masih ada yang belum menikmati listrik. Nah sebaiknya swasta ini didorong membangun kepada daerah-daerah yang mungkin susah dibangun oleh PLN," ujar Faisal.

Menurutnya, dengan membangun di daerah pelosok, swasta bisa memanfaatkan potensi sumber energi wilayah pedalaman dan juga meningkatkan elektrifikasi di daerah. Melalui sumber daya energi yang ada justru investasi yang dibangun akan lebih murah sekaligus menghasilkan listrik yang bisa diakses oleh masyarakat 3T.

"Pemerintah bisa mendorong investasinya untuk masuk ke situ sehingga akan menggerakkan ekonomi lokal, karena pasti ada multiplier effect-nya kalau ada investasi masuk ke daerah situ," kata Faisal.

Untuk itu, ia mengapresiasi langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghapus pasal skema power wheeling dalam RUU EBT. Ia berharap seluruh pihak mengawal proses pembahasan RUU EBT agar tidak ada lagi penyelundupan pasal siluman serupa power wheeling.

Baca Juga: Disinggung dalam Draft DIM RUU EBET, Begini Sikap Pemerintah Soal Energi Nuklir

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×