kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Disinggung dalam Draft DIM RUU EBET, Begini Sikap Pemerintah Soal Energi Nuklir


Rabu, 30 November 2022 / 11:25 WIB
Disinggung dalam Draft DIM RUU EBET, Begini Sikap Pemerintah Soal Energi Nuklir
ILUSTRASI. Niatan pemerintah untuk memanfaatkan nuklir sebagai sumber energi kian terang. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/POOL/nym.


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Niatan pemerintah untuk memanfaatkan nuklir sebagai sumber energi kian terang. Dalam Rapat Kerja (Raker) antara Komisi VII DPR RI dengan pemerintah soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) yang digelar pada Selasa (29/11). 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyampaikan pokok-pokok substansi daftar inventarisasi masalah (DIM) terhadap RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut, salah satunya berkaitan soal tenaga nuklir.

Ia menuturkan, pemerintah menyetujui pembentukan Majelis Tenaga Nuklir serta mengusulkan agar majelis tersebut memiliki kewenangan dalam hal pengkajian kebijakan pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan. 

Baca Juga: Draft DIM Sudah Dibuat, RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan Masuki Babak Baru

Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa pelaksana pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) adalah badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang ketenagaan nuklir untuk kelistrikan. 

“Pemerintah menyetujui substansi terkait persetujuan pembangunan PLTN yang diusulkan oleh DPR dan mengusulkan persetujuan dimaksud berlaku untuk PLTN dengan teknologi sebelum generasi ketiga,” lanjut Arifin, Selasa (29/11).

Sebelumnya, perhatian atas kemungkinan penggunaan tenaga nuklir sebagai sumber energi sempat disinggung dalam sejumlah dokumen resmi, misalnya saja bagian penjelasan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035.

“Kelangkaan energi telah mulai dirasakan dan untuk menjamin keberlangsungan pembangunan industri diperlukan kebijakan penghematan dan diversifikasi energi serta perhatian yang lebih besar terhadap pengembangan sumber energi terbarukan dan energi nuklir yang murah dan aman,” demikian bunyi poin E bagian penjelasan soal kelangkaan energi.

Prospek penggunaan tenaga nuklir sebagai sumber energi juga disinggung dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Bab III dokumen tersebut yang membahas soal ketersediaan sumber energi dan strategi pemanfaatannya menjabarkan sejumlah inisiatif strategis dalam upaya meningkatkan bauran energi dengan mengoptimalkan pemanfaatan EBT sebagai pasokan pembangkit tenaga listrik.

Salah satu poinnya, yakni poin nomor 23, menyebutkan bahwa inisiatif tersebut mempertimbangkan dan mengkaji implementasi pembangkit tenaga nuklir di Indonesia. BATAN sebagai pemrakarsa pembangunan pembangkit dengan energi nuklir disebut telah melakukan kajian dan penelitian yang cukup intens meskipun regulasi dari Pemerintah belum secara jelas memberikan guidance bagaimana arah pengembangan teknologi ini di Indonesia. 

“PLN juga mempertimbangkan potensi penggunaan energi nuklir, terutama ketika cadangan energi fosil sudah menipis. Beberapa teknologi PLTN dikaji untuk melihat potensi PLTN secara optimal, diantaranya molten salt reactor technology berbentuk pembangkit floating sebagai alternatif pengembangan PLTN di samping PLTN konvensional, dengan tingkat keamanan dan keselamatan operasional yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap PLTN,” demikian bunyi cuplikan salah satu paragraf dalam bab tersebut.

Baca Juga: Komitmen Menggenjot EBT Terkendala Kesiapan Regulasi

Hanya saja, RUPTL 2021-2030 tidak menyebutkan adanya rencana pengembangan PLTN pada periode 2021-2030. Sepanjang periode tersebut, pemerintah mencanangkan pengembangan pembangkit baru dengan total kapasitas 40,6 gigawatt (GW) dengan porsi mayoritas berasal dari energi baru terbarukan (EBT), yakni sebesar 20,9 GW atau setara 51,6% dari total rencana penambahan pembangkit baru. 

Secara terperinci, komposisi tambahan pembangkit baru yang dicanangkan pada periode 2021-2030 terdiri atas pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 26%, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 8%, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 12%, pembangkit listrik tenaga EBT lain 4%, pembangkit listrik tenaga EBT base 2%, pembangkit listrik tenaga uap  (PLTU) 34%, Pembangkit Listrik Tenaga Mini Gas (PLTMG)/Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)/Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG)/Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) 14%.

Dokumen RUPTL 2021-2030 sendiri menyebutkan secara gambalang bahwa pengambilan keputusan untuk membangun PLTN disadari tidak semata-mata didasarkan pada pertimbangan keekonomian dan profitability, namun juga pertimbangan lain seperti aspek politik, Kebijakan Energi Nasional (KEN), target penggunaan EBT paling sedikit 23% pada tahun 2025, penerimaan sosial, budaya, perubahan iklim dan perlindungan lingkungan. 

“Dengan adanya berbagai aspek yang multi dimensional tersebut, program pembangunan PLTN hanya dapat diputuskan oleh Pemerintah,” tulis dokumen tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×