Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA, Kalangan pekerja dan petani sawit terancam kebijakan Uni Eropa yang akan melarang penggunaan sawit sebagai bahan baku biofuel. Oleh karena itu, Uni Eropa didesak untuk mempertimbangkan keputusannya karena berpotensi menimbulkan gejolak sosial dan ekonomi di Indonesia.
Sekretaris Eksekutif Sekretaris Eksekutif Jejaring Serikat Pekerja/Serikat Buruh Sawit Indonesia (JAPBUSI) Nursanna Marpaung mengatakan, pihaknya mengutuk tindakan Uni Eropa yang berencana menghentikan pembelian sawit dari Indonesia.
"Seharusnya Eropa tidak hanya melihat deforestasi, tapi pikirkan juga manusianya," ujarnya dalam diskusi Forum Jurnalis Sawit dengan tema "Membedah Peranan dan Kepatuhan Industri Sawit di Sektor Tenaga Kerja", Selasa (23/4).
Nursanna melanjutkan, kebijakan Eropa akan berdampak kepada keberlangsungan industri sawit terkait perlindungan sawit secara menyeluruh. Industri sawit di Indonesia berkontribusi bagi penyerapan tenaga kerja sebagai gambaran jumlah pekerja di perkebunan rakyat, swasta dan negara sebanyak 3,78 juta orang dan terdapat 2,2 juta petani.
Total jumlah pekerja yang terlibat dalam rantai pasok sawit mencapai 16,2 juta jiwa.
"Kami mendukung upaya pemerintah dalam rangka melawan diskriminasi sawit di Eropa. Pemerintah harus bersikap tegas karena ini menyangkut nasib para pekerja yang menggantungkan hidupnya dari sawit. Anggota kami di JAPBUSI hingga 2 juta orang yang bekerja di sawit," katanya.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumarjono Saragih menambahkan, ancaman nyata yang dihadapi industri sawit ini adalah tingginya tuntutan dan standar di pasar global.
Ia mengeluhkan, setidaknya ada enam tuduhan yang kerap dialamatkan yaitu status ketenagakerjaan, dialog sosial antara perusahaan dengan pekerja, keselamatan dan kesehatan kerja, mempekerjakan anak, upah yang minim dan lemahnya pengawasan pemerintah.
"Dengan isu lingkungan sudah kewalahan. Ditambah lagi isu anak dan pekerja. Kalau terus digaungkan maka akan berdampak besar bagi industri," katanya.
Isu negatif ketenagakerjaan jika tidak bisa diselesaikan akan membuat iklim investasi ikut meredup. Sumarjono menilai industri sawit berada dalam ancaman. Di satu sisi biaya operasional termasuk upah pekerja terus naik, tapi harga sawit fluktuatif dan produktivitas kebun cenderung stagnan.
Sementara itu, Country Office ILO Indonesia dan Timor Leste Irham Ali Saifudin mengakui dalam jangka pendek serta jangka panjang akan berdampak kepada pekerja yang mencapai 16 juta pekerja. ini berpengaruh karena Eropa termasuk pembeli utama.
Ia menyarankan perlu dibuat formulasi strategi yang baik untuk memperkuat aspek positif informasi sawit. Selain perlu juga industri menunjukkan itikad baik dalam rangka memperbaiki tata kelola perkebunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News