Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten farmasi pelat merah kompak lakukan natural hedging untuk menghalau efek corona yang berimbas pada pelemahan rupiah yang tentu saja meningkatkan harga bahan baku obat (BBO). Asal tahu saja sejauh ini pelaku industri farmasi masih ketergantungan dengan BBO impor.
Corporate Secretary PT Phapros Tbk (PEHA) Zahmilia Akbar menyatakan wabah Covid-2019 ataupun pelemahan rupiah membawa pengaruh bagi pasar farmasi Indonesia. "Adapun ketahanan obat nasional serta penanggulangan yang cepat terhadap deteksi kasus covid-2019 di dalam negeri jadi poin penting saat ini," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (3/2).
Baca Juga: Cegah penyebaran virus corona, ini yang dilakukan MRT Jakarta
Adapun Zahmilia menyatakan sebagai anak perusahaan PT Kimia Farma Tbk (KAEF), Phapros akan selalu mendukung pemerintah dalam kondisi seperti ini melalui lini produk yang dimiliki.
Mila menjelaskan lebih lanjut, Phapros wajib menyempurnakan supply chain, sehingga adanya perubahan faktor eksternal tidak berpengaruh pada naiknya harga obat ataupun berdampak langsung pada konsumen.
Sejauh ini, PEHA melakukan natural hedging dengan memacu penjualan ekspor. Mila bilang program kerja Phapros adalah untuk memacu ekspor. Bahkan untuk anak usaha, PT Lucas Djaja komposisi pendapatan dari ekspor terhadap total revenue sudah bisa mencapai 15%.
Meski begitu, jika dibandingkan ke pendapatan konsolidasian, ekspor PEHA masih mini. Mila menjelaskan PEHA menargetkan, tiga tahun mendatang porsi ekspor dapat lebih besar atau 5% ke pendapatan konsolidasian.
Baca Juga: Rupiah berhasil menguat hari ini, simak prediksinya untuk besok
Bio Farma melakukan natural hedging dengan menggenjot ekspor vaksin sehingga pendapatan bersih dalam bentuk dolar AS. Adapun kas tersebut digunakan untuk membeli keperluan yang harus menggunakan mata uang asing.
Selain PEHA, PT Indofarma Tbk (INAF) juga melakukan natural hedging untuk mengatasi kenaikan bahan baku pasca-wabah virus corona melemahkan rupiah dalam sepekan terakhir.
Direktur Keuangan Indofarma Herry Triyatno sejauh ini INAF mengacu pada nilai tukar yang telah diatur dalam RKAP yakni Rp 14.400 per dolar AS. "So far, acuan kami masih tetap," ujarnya.
Baca Juga: Kemenkeu pastikan ruang fiskal tersedia untuk tangani virus corona
Upaya mengurangi risiko fluktuasi mata uang asing, Indofarma membeli mata uang asing yang cukup untuk pembelian produk impor. Herry bilang semua hasil proceed ekspor Indofarma maintain tetap dalam valas.
Selain itu, Indofarma juga melakukan pemantauan mata uang asing yang intensif serta perencanaan waktu pembelian yang tepat.
Herry menjelaskan Indofarma menggunakan acuan forecast rolling sales and operation untuk mendapatkan angka pembelian bahan baku dan estimasi revenue yang lebih presisi.
Baca Juga: Dengarkan keluhan manufaktur soal bahan baku, pemerintah setuju beri kemudahan impor
Herry mengungkapkan, bahan baku farmasi dan bahan penolong sebagian besar diimpor. Sedangkan bahan kemas semuanya lokal. "Untuk bahan baku saat ini masih diupayakan dari sumber lain. Sementara ini untuk harga jual, discount kami kurangi," jelas Herry.
Sebagai induk holding farmasi BUMN, PT Biofarma juga menyikapi serius ancaman pelemahan global akibat darurat virus corona.
Direktur Utama Biofarma Honesti Basyir menjelaskan pelemahan ekonomi global harus disikapi dengan serius. "Kami tetap menjalankan bisnis korporasi dengan tata kelola yang prudent dan selalu koordinasi dengan kementerian terkait," ujarnya.
Baca Juga: Menkes: Tidak ada batasan nominal anggaran untuk penanganan virus corona
Tak lupa Honesti mengatakan Biofarma juga disiplin melakukan efisiensi di internal sehingga dampak pelemahan global bisa teratasi.
Melansir catatan Kontan sebelumnya Biofarma mampu menerapkan natural hedging dengan menggenjot ekspor. Kata Honesti, perusahaan memiliki pendapatan bersih dalam bentuk dolar AS karena rajin mengekspor vaksin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News