Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati implementasi harga gas sebesar US$ 6 per MMBTU masih terus berjalan, industri keramik yang tengah berupaya mendongkrak kinerja dirisaukan dengan persaingan produk impor.
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengungkapkan dampak pandemi Covid-19 memang amat terasa bagi sektor industri keramik yang tingkatan utilisasi turun tajam hingga ke level 30% dari kisaran normal 65%.
Baca Juga: Fabelio membuka gerai furnitur baru di Semarang, Surabaya dan Sidoarjo
Ketua Asaki Eddy Suyatno menuturkan kehadiran implementasi harga gas US$ 6 per mmbtu amat dibutuhkan di tengah melemahnya daya beli dalam negeri dan pertumbuhan ekonomi yang minus pada kuartal II lalu.
"Asaki tentunya tidak tinggal diam, kami berupaya semaksimal mungkin untuk memanfaatkan pasar ekspor. Kinerja Ekspor semester 1 ini juga terganggu pandemi Covid-19 turun 9% dengan 5 tujuan utama ekspor yaitu Filipina, Taiwan, Malaysia, Thailand dan AS," ungkap Eddy kepada Kontan.co.id, Senin (17/8)
Kendati demikian, di tengah upaya peningkatan utilisasi, serbuan produk impor khususnya dari India dan Vietnam membayangi upaya pemulihan dan penguatan industri keramik tanah air.
Eddy mengungkapkan, per 1 April 2020 harga gas India turun menjadi US$ 2,5 per MMBTU. Selain itu pada pertengahan Juni lalu produk India telah dikenai bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) antidumping oleh negara-negara Teluk Eropa dengan rerata tambahan bea masuk di atas 60%. "Ini merupakan ancaman serius terjadi pengalihan penjualan ke Indonesia dengan jumlah masif," jelas Eddy.
Baca Juga: Industri olahan kopi ekspor 4,82 ton ke China
Pihaknya berharap Kementerian Keuangan segera menetapkan BMTP untuk produk kedua negara tersebut paling lamban sebulan setelah menerima Surat Keputusan dari Kementerian Perdagangan.