Reporter: Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Indonesia memasuki era harga beras mahal. Sekali pun menjadi salah satu negara penghasil beras terbesar di dunia. Namun, harga beras yang tinggi tidak hanya terjadi di Pulau Jawa yang menjadi sentra penghasil beras. Namun merata terjadi di sejumlah daerah.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan, sejak April harga beras nasional jauh di atas harga pokok pembelian (HPP) beras yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 7.300 per kilogram (kg). Kondisi ini terjadi karena mulai kendurnya peranan Bulog untuk menyerap gabah hasil panen petani.
"Harus diakui, Bulog kalah dengan perusahaan swasta untuk menyerap gabah. Saat ini perusahaan swasta memborong beras. Bisnis beras menguntungkan karena mereka bisa dapat margin 100%. Sementara petani hanya mendapat untung 20%," papar Amran semalam (26/5) usai Rapat Kerja dengan Komisi IV.
Ia mengatakan, selisih harga jual beras yang dari sentra penggilingan beras hingga pada tangan konsumen mencapai Rp 3.500 per kg sampai Rp 5.000 per kg. Kondisi ini tentu membuat perusahaan swasta agresif menyerap gabah petani.
Hal ini tercermin dari beras yang masuk ke Pasar Induk Cipinang yang rata-rata setiap harinya sebesar 2.000 ton. Padahal kata Amran lima tahun lalu beras yang masuk ke Pasar Induk Cipinang sebesar 3.400 ton sampai 3.500 ton setiap harinya.
Harga beras yang tercatat dalam informasi pasar Kementerian Pertanian hari ini harga beras medium di Kupang, NTT Rp 9.000 per kg hingga Rp 10.000 per kg. Lalu harga di Gorontalo sebesar Rp 8.000 per kg hingga Rp 9.500 per kg. Kemudian harga di Pontianak sebesar Rp 9.000 per kg sampai Rp 10.500 per kg. Serta harga beras di Palangkaraya, Kalteng Rp 11.000 per kg hingga Rp 17.000 per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News