Reporter: Amailia Putri Hasniawati |
JAKARTA. Salah satu pemicu naiknya harga bawang merah belakangan adalah serbuan selundupan bawang merah ilegal. Misalnya saja, Maret 2010 silam ditemukan adanya penyelundupan bawang merah dari China, Thailand dan Filipina yang totalnya sebanyak 18 kontainer.
"Karena untuk bawang merah impor peraturannya sudah kita perketat bahwa barang merah konsumsi yang masuk harus didevitalisasi," kata Direktur Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka Kementerian Pertanian Yul Harry Bahar.
Devitalisasi adalah pemangkasan seluruh akar dan daun pada sayuran umbi lapis segar, termasuk bawang merah. Bawang merah dibedakan menjadi dua, bawang merah rendengan, yaitu bawang disertai daun dan akar dan rogoloan (tanpa daun dan akar).
Jika yang diimpor adalah yang rendengan, maka itu merupakan benih bawang merah, sementara kalau bentuknya rogolan berarti itu untuk keperluan konsumsi.Sementara itu, pemerintah membatasi impor benih bawang merah dan hanya melakukan impor bawang merah konsumsi.
Para penyelundup memanfaatkan bebasnya tarif bea masuk pada benih bawang merah. Yul pun mengatakan, impor bawang ilegal yang masuk beberapa waktu lalu sudah dimusnahkan.
"Sudah dibakar (semua bawang selundupannya), tempatnya berbeda-beda, ada yang di Surabaya, Lampung, dan lainnya," kata Yul.
Asal tahu saja, harga bawang merah menunjukkan tren meningkat hingga 100% sejak Januari hingga pertengahan Mei 2010. Penyebabnya adalah stok yang kian menipis serta adanya pengetatan persyaratan impor bawang.
Saat ini harga bawang merah lokal di tingkat petani berada di kisaran Rp 6.000-Rp 7.000 per kg, naik lebih dari 100% dari harga di awal-awal tahun 2010 yang hanya Rp 3.000-Rp 3.500 per kg. Kenaikan tersebut terjadi hampir di seluruh sentra bawang merah seperti Brebes, Nganjuk dan Cirebon.
Melonjaknya harga yang signifikan tersebut mulai terjadi pada Maret 2010, tak pelak jika umbi lapis ini merupakan salah satu penyumbang inflasi di bulan April kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News