kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sepanjang Tahun 2022 Ada 108 MW PLTP yang Dijadwalkan COD


Minggu, 13 Maret 2022 / 13:49 WIB
Sepanjang Tahun 2022 Ada 108 MW PLTP yang Dijadwalkan COD
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2022, sudah ada sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang siap beroperasi secara komersil atau dijadwalkan Commercial Operation Date (COD). 

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengungkapkan, kapasitas terpasang PLTP Indonesia pada awal tahun 2022 sebesar 2.286,05 MW atau 9,8% dari potensi panas bumi yang sebesar 23.356,9 MW. 

"Di tahun ini ada beberapa PLTP yang dijadwalkan COD, yakni sebesar 108 MW yang terdiri dari PLTP Sorik Marapi #3 sebesar 50 MW, PLTP Lumut Balai #2 sebesar 55 MW dan PLTP Sokoria #2 sebesar 3 MW," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (11/3). 

Dadan menilai, prospek pengembangan panas bumi masih sangat menarik. Melalui komitmen Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim dan mencapai Net Zero Emission (NZE) dan perubahan global terkait PLTU yang menjadi jenis pembangkit yang non-acceptable dan secara bertahap akan di pensiunkan, dari segi teknis, PLTP secara spesifikasi paling mendekati PLTU sebagai base load. 

Baca Juga: Kebocoran Gas PLTP Dieng, Seorang Pekerja Tewas dan 8 Lainnya Dirawat di RS

Di sisi lain, pembangkit bertenaga panas bumi ini diakui Dadan dapat menjamin adanya kestabilan harga listrik pada jangka panjang karena PLTP tidak mempunyai komponen C (fuel cost) dalam perhitungan biaya pokok penyediaan (BPP)  listrik.

Namun, sampai dengan saat ini pengembangan PLTP masih harus menghadapi sejumlah aral melintang. Pertama, dari sisi perizinan di mana potensi panas bumi banyak berada di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi. 

Tantangan kedua ialah permasalahan sosial karena penduduk sekitar banyak yang kurang tersosialisasikan dengan baik, sehingga menganggap PLTP merupakan proyek yang berbahaya,  merusak lingkungan dan pertanian (terutama dalam tahap pemboran). 

Persoalan ketiga, adalah masalah harga. Dadan menjelaskan lebih lanjut, pengembangan panas bumi memerlukan upfront cost yang sangat besar dan risiko eksplorasi yang tinggi sehingga diharapkan dengan akan terbitnya  Perpres tentang Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan (ET) dapat mengatasi permasalahan harga dan menarik secara investasi.




TERBARU

[X]
×