Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengapresiasi langkah dan keputusan Pemerintah untuk menurunkan pungutan ekspor produk kelapa sawit (CPO). Namun demikian, peraturan ini dinilai tidak memperhitungkan harga riil TBS di lapangan.
Sekretaris Jendral SPKS, Mansuetus Darto mengungkapkan bahwa keputusan itu tidak disertai hasil studi yang matang soal dampak pungutan tersebut dengan anjloknya harga sawit di tingkat petani.
"SPKS mencurigai ada industri biodiesel yang bermain-main dengan keputusan itu yang sudah keasyikan mendapatkan subsidi dari sektor hulu perkebunan. Karena keputusan menteri keuangan tersebut masih mencantumkan kutipan yang sangat besar dan berdampak bagi rendahnya harga TBS ke depannya," kata Darto dalam siaran persnya, Kamis (6/12).
Darto melanjutkan, disisi yang lain, porsi distribusi dan pemaanfaatan dana pungutan untuk petani sawit tidak seimbang dengan kontribusi dan dampaknya bagi petani sawit. Alokasi untuk subsidi biodiesel jauh lebih besar dibandingkan dengan alokasi replanting dan peningkatan SDM perkebunan.
Asal tahu, sejak 4 Desember 2018 melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 152 tahun 2018, pungutan ekspor CPO dan turunannya menjadi US$ 0 per ton dari sebelumnya US$ 50 per ton.
Dalam PMK tersebut menyatakan, jika harga CPO kurang dari US$ 570 per ton maka tidak akan ada kutipan, jika harga CPO antara US$ 570-US$ 619 per ton kutipan sebesar US$ 25 dan kutipan sebesar US$ 50 jika harga CPO di atas US$ 619 per ton.
SPKS menyebutkan, jika kutipan sebesar US$ 50 maka berkurang pendapatan petani sebesar Rp124 per kg dengan mengacu harga CPO internasional sebesar US$ 480 per ton. SPKS tetap menyetujui adanya potongan CPO namun hanya sebesar US$ 10 per ton dengan catatan dana tersebut dikelola oleh BLU yang bernaung dibawah kementerian pertanian.
Lambatnya program untuk petani selama ini akibat salah urus oleh BPDP-KS yang bernaung dibawah kementerian keuangan dan tidak paham masalah sawit dan lebih memperhatikan industri biodiesel. Maka dari itu, realisasi program untuk petani hanya 3% dan sisanya adalah untuk biodiesel.
Darto mengungkapkan aturan tersebut tidak serta merta akan membantu kenaikan dan stabilitas harga TBS kelapa sawit daripetani, akan tetapi ada beberapa faktor lain yang mempengaruhiharga TBS kelapa sawit. Seperti, over produksi, faktor harga komoditas nabati jenis lainnya yang juga turun, serta tata kelola pembelian TBS petani yang tanpa pengawasan bagi pembeli pihak ketiga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News