kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.205   -50,00   -0,33%
  • IDX 7.776   32,73   0,42%
  • KOMPAS100 1.211   18,46   1,55%
  • LQ45 985   12,06   1,24%
  • ISSI 229   2,52   1,11%
  • IDX30 504   7,40   1,49%
  • IDXHIDIV20 609   9,30   1,55%
  • IDX80 138   1,54   1,13%
  • IDXV30 142   0,84   0,59%
  • IDXQ30 169   2,23   1,34%

Sertifikasi tak hambat ekspor ikan ke Eropa


Rabu, 09 Mei 2012 / 09:40 WIB
Sertifikasi tak hambat ekspor ikan ke Eropa
ILUSTRASI. Warga berbincang dengan latar logo berbagai cryptocurrency pada ajang 2020 Taipei International Finance Expo di Taipei, Taiwan, (27/11/2020). REUTERS/Ann Wang


Reporter: Handoyo | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Krisis dan pengetatan aturan sertifikasi perikanan tak menghambat ekspor ikan Indonesia ke Eropa. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) optimistis ekspor ikan Indonesia ke Eropa tetap tumbuh. Tahun ini, KKP menargetkan ekspor ikan ke Uni Eropa mencapai US$ 500 juta, naik 8,7 % dibandingkan realisasi ekspor pada tahun 2011.

Saut Parulian Hutagalung, Direktur Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan (P2HP) KKP mengatakan, pasar Eropa menyumbang 13% dari total ekspor perikanan Indonesia yang mencapai US$ 3,5 miliar. "Meski terjadi krisis dan ketatnya sertifikasi perikanan, ekspor ikan kita ke Eropa tidak terpengaruh," kata Saut.

Ekspor ikan Indonesia ke Uni Eropa justru meningkat tahun lalu. Berdasarkan data KKP, ekspor ikan ke Eropa di 2010 baru 80.400 ton dengan nilai US$ 331 juta. Tapi di 2011, sudah mencapai 102.300 ton dengan nilai US$ 460 juta.

Beberapa jenis ikan yang paling banyak diminati antara lain cakalang, udang, serta beberapa jenis ikan tangkap seperti kakap, rajungan, dan tuna. Tahun lalu ekspor ikan cakalang ke Uni Eropa mencapai 30.100 ton, udang 16.700 ton, dan ikan tangkap sebanyak 1.200 ton.

Serifikasi tentang eco-sustainability atau keberlanjutan lingkungan seperti The Marine Stewardship Council (MSC) berlaku di Eropa dan Amerika. Namun, sertifikat ini menjadi penghambat bagi eksportir ikan nasional.

Heru Purnomo, Direktur Pulau Mas, eksportir ikan, mengatakan, standarisasi produk perikanan menambah ongkos produksi. Padahal harga beli yang diinginkan end user tetap rendah. "Mereka tidak peduli dengan keberlangsungan lingkungan, tetapi kualitas dan ketersediaan pasokan," kata Heru.

Karenanya, harga ikan yang ditangkap dengan teknologi pro lingkungan tetap sama dengan harga ikan yang ditangkap tanpa mempedulikan keberlangsungan lingkungan. "Seharusnya, dengan cara penangkapan yang memperhatikan lingkungan, harga menjadi lebih tinggi," kata Heru.

Sebab, penangkapan ikan yang pro lingkungan sangat berbeda. Karena memperhatikan keberlangsungan hayati, maka sarana dan prasarana alat tangkap seperti jaring sangat dibatasi. Misalnya, "Ukuran jaring tidak boleh kecil-kecil," terang Heru.

Pulau Mas adalah salah satu eksportir ikan hidup seperti kerapu dan lobster di Denpasar, Bali. Heru mencatat, ekspor kerapu perusahaan mencapai 200 ton per tahun.
Untuk mendapatkan pasokan ikan kerapu itu, Heru bekerja sama dengan 4.500 nelayan di Bali. Harga ikan kerapu dari nelayan berkisar Rp 300.000 per kilogram (kg).

Sementara harga di pasar ekspor Rp 600.000-Rp 750.000 per kg atau naik 100%-150% dari harga ikan dari nelayan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP)

[X]
×