Reporter: Aprillia Ika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Alat promosi bukan hanya papan reklame dan billborad semata. Justru, banyak perusahaan melirik balon udara sebagai media iklan. Pasalnya, iklan jenis ini unik. Dus, terlihat sampai radius beberapa kilometer.
Di tengah badai krisis, usaha periklanan melorot drastis. Para pemain periklanan bersaing ketat agar tak ikut terpuruk. Tengok saja usaha persewaan balon udara milik Dion Pahlevi atau Levi di Jakarta. Usaha yang baru setahun berjalan ini harus menyasar pasar daerah agar bisa bertahan hidup. Levi sendiri optimis menggarap pasar ini lantaran menilai media promosi ini lebih baik ketimbang billboard karena langka dan unik.
Di bawah bendera Dipajaya Company, Levi menyewakan empat macam balon udara. Antara lain balon udara oval dengan diamater 12 meter, balon udara kubus ukuran 3 meter kubik, balon udara mini zeppelin, serta balon udara sky dance.
Harga sewanya, untuk balon udara oval Rp 7,5 juta per bulan. Sementara untuk balon udara kotak Rp 8,5 juta per bulan. Harga tersebut sudah termasuk pajak, gas, logo perusahaan, penjagaan serta tenaga teknisi.
Sementara untuk balon mini zeppelin, harga sewanya lebih mahal yaitu Rp 4 juta per hari. Terakhir, untuk balon Sky Dance yang bisa bergerak-gerak di udara dengan efek khusus ini disewakan Rp 3,5 juta per hari.
Dari harga-harga sewa tersebut, Levi mengaku tidak bisa mengambil margin banyak. Hanya 25% saja. "Kalau terlalu mahal, konsumen bisa kabur," tukasnya. Pasalnya, Levi harus bersaing dengan perusahaan iklan lainnya yang menawarkan harga lebih miring.
Ketatnya persaingan membuat order Levi turun sampai 50%. Jika dulu Levi bisa menangani empat order balon oval per bulan, kini hanya dua order per bulan. Sementara ketiga balon lainnya sepi penyewa. Jika dihitung, omzet Levi turun dari Rp 30 juta per bulan menjadi Rp 15 juta per bulan.
Selain itu, Levi juga menjual balon tepuk untuk acara promosi, event atau ulang tahun. Rata-rata tiap bulan Levi mendapat order sekitar 20.000 buah balon tepuk ukuran 12 inchi. Harga per balonnya Rp 1.000 per balon. Maka dalam sebulan, Levi bisa mendapat omzet Rp 20 juta. "Kalau dari balon tepuk, margin saya 100%," ujarnya sumringah.
Pemain balon udara lainnya adalah Trinanda Advertising milik Ariel Rahmato. Usaha ini sudah tiga tahun berjalan. Lantaran sudah punya beberapa langganan, perusahaan ini masih bisa membukukan omzet Rp 60 juta per bulannya.
Rata-rata tiap bulan perusahaan ini bisa menyewakan enam sampai 10 balon udara oval diameter 12 meter. Harga sewanya Rp 8 juta per bulan. Sudah termasuk pajak dan maintenance. "Margin usaha ini memang tidak seberapa, makanya kami juga menjual balon tepuk," ujar Novi Trinanda, staff pemasaran Trinanda Advertising.
Tiap bulan, Trinanda bisa menjual sekitar 2.000 balon tepuk dengan omzet sekitar Rp 9 juta per bulan. Selain itu, perusahaan ini juga menjual aneka mug sebagai salah satu media promosi. "Kami memang tidak terpatok pada penyewaan balon," lanjut Novi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News