CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Sikap Anti EV-Trump Bakal Pengaruhi Pasar Nikel Indonesia di AS, Ini Alasannya


Kamis, 14 November 2024 / 16:06 WIB
Sikap Anti EV-Trump Bakal Pengaruhi Pasar Nikel Indonesia di AS, Ini Alasannya
ILUSTRASI. Pasar nikel Indonesia di Amerika Serikat (AS) diprediksi akan mengalami kesulitan baru usai Donald Trump memenangkan pemilu Amerika Serikat. ANTARA FOTO/Andry Denisah/YU/Spt.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar nikel Indonesia di Amerika Serikat (AS) diprediksi akan mengalami kesulitan baru usai Donald Trump memenangkan pemilu Amerika Serikat (AS), 5 November 2024 lalu.

Sikap anti energi terbarukan termasuk di dalamnya ketidakpercayaan Trump terhadap Electric Vehicle (EV) atau kendaraan listrik akan menghambat penyerapan produk hilirisasi nikel Indonesia dalam komponen baterai EV.

Melihat fenomena ini, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan terpilihnya Trump akan mengubah dinamika politik bahkan bisa membuat Indonesia sepertinya berisiko kehilangan pasar nikel ke AS.

Baca Juga: Amerika Serikat Miliki Harta Karun 2.000.000.000 Ton Mineral Tanah Jarang

"Memang diproyeksikan dengan Donald Trump terpilih dan kebijakan yang condong climate denial. Ini sepertinya juga (kebijakan) akan lebih banyak mendorong minyak dan gas di Amerika, kemudian untuk transisi ke EV akan menjadi tantangan juga bagi ekspor produk olahan nikel," ungkap Bhima saat dihubungi Kontan, Kamis (14/11).

Bhima menambahkan, tidak tertariknya Trump dengan energi terbarukan tidak hanya berpengaruh pada 'mandeg'nya perkembangan EV di negeri Paman Sam itu, namun juga akan berdampak pada penyerapan nikel untuk penyimpanan energi terbarukan lainnya.

Untuk diketahui, nikel tidak hanya digunakan dalam baterai kendaraan listrik, namun juga digunakan untuk penyimpanan pada turbin angin, dan panel surya sejenisnya.

"AS dibawah Trump akan menurunkan kapasitas untuk EV-nya dan juga kalau bicara baterai ini kan bukan cuma buat EV tapi penyimpanan juga dari energi terbarukan. Nah itu beresiko kapasitasnya menurun, ini kan membuat AS bukan lagi pasar yang menarik," jelasnya.


Bhima menambahkan, meski saat ini Indonesia tengah menggenjot hilirisasi di sektor nikel, persentase nikel yang dapat diserap industri EV masih sangat jauh jika dibandingkan dengan nikel yang digunakan dalam industri stainless steel.

Untuk memproduksi nikel EV, Indonesia membutuhkan smelter nikel dengan proses pengolahan HPAL (High Pressure Acid Leach) berbeda dengan nikel stainless steel yang didapat dari proses pengolahan Rotary Klin Electric Furnace (RKEF).

"Hanya 5 persen untuk bahan baku rantai kendaraan listrik, jadi memang harus ada pengurangan jumlah smelter RKEF, harus diganti dengan teknologi HPAL," katanya.
Baca Juga: Ini Pembalasan Pertama China ke Uni Eropa Terkait Perang Dagang Mobil Listrik

Klaim Ekspor Prekusor Baterai EV dari Indonesia untuk Tesla

Di tengah kekhawatiran tentang kebijakan Trump yang anti EV, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap Indonesia akan mengekspor prekursor baterai kendaraan listrik ke pabrik Tesla milik Elon Musk.

Prekursor yang diekspor rencananya akan berasal dari pabrik smelter nikel milik Huayou Indonesia yang berlokasi di Kawasan Industri Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara.

"Sudah hampir selesai. Mungkin bulan depan ini peresmiannya," ujar Bahlil di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (1/11).

Sayangnya, Bahlil tidak bisa merinci kapasitas prekusor baterai yang akan diekspor tersebut.

Adapun, jika melansir laporan Reuters yang dikutip Kamis (14/11), Tesla tidak menanggapi terkait kejelasan kesepakatan ekspor dari Indonesia tersebut termasuk informasi yang berhubungan lainnya.

Di sisi lain, dengan kemenangan Trump, Elon Musk dilaporkan akan memimpin kementerian baru bernama Departemen Efisiensi Pemerintahan atau Department of Government Efficiency bersama mantan kandidat presiden dari Partai Republik, Vivek Ramaswamy.

 Baca Juga: Donald Trump Tunjuk Elon Musk Masuk Kabinet, Memimpin Departemen Doge

Meski didukung pemilik produsen kendaraan listrik Tesla, Trump dalam kampanyenya aktif menyerukan ketidakpercayaan pada EV.

“Inilah masalahnya dengan mobil listrik… jaraknya tidak jauh, harganya sangat mahal,” kata Presiden Donald Trump kepada para peserta rapat umum di Ankeny, Iowa, pertengahan tahun 2023 lalu, seperti dikutip dari Times, Kamis (14/11).

Namun kemudian, presiden ke 47 AS itu menggeser pendapatannya 'sedikit' soal EV setelah Elon resmi menjadi donatur dalam kampanyenya melawan Kamala Harris. Fortune melaporkan Elon mengeluarkan dana hampir US$ 75 juta (atau setara dengan Rp 1,1 triliun) untuk mendanai Trump.

“Saya mendukung mobil listrik, saya harus mendukungnya karena Elon sangat mendukung saya. Jadi saya tidak punya pilihan,” ungkap Trump, pada rapat umum di Atlanta, Georgia, awal Agustus 2024 lalu. 

Selanjutnya: Rugi Bersih Smartfren (FREN) Tembus Rp 1 Triliun Hingga Kuartal III-2024

Menarik Dibaca: Berikut Cara Gen Z dan Milenial Tertarik Kembali Membeli Rumah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×