kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Skema Power Wheeling Dikhawatirkan Bebani Keuangan Negara


Selasa, 24 Januari 2023 / 20:27 WIB
Skema Power Wheeling Dikhawatirkan Bebani Keuangan Negara
ILUSTRASI. Rencana implementasi skema power wheeling dalam RUU EBT dikhawatiran memberi dampak pada kerugian negara. KONTAN/Fransiskus Simbolon/15/04/2010


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana implementasi skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBT) dikhawatirkan memberi dampak pada kerugian negara.

Anggota Komisi VII DPR RI Yulian Gunhar mengatakan, skema power wheeling akan membuat pembangkit swasta bebas menjual listrik langsung kepada konsumen di mana pun, melalui jaringan transmisi dan distribusi PLN.

“Sedangkan PLN hanya mendapatkan toll fee (biaya angkut) saja,” kata Gunhar dalam keterangan resmi, Selasa (24/1).

Baca Juga: Soal Dicabutnya Power Wheeling dalam DIM RUU EBET, Ini Penjelasan Menteri ESDM

Gunhar menilai skema power wheeling tidak perlu dimuat dalam RUU EBT yang dibahas Komisi VII DPR RI bersama pemerintah. Menurutnya, skema itu akan sangat berbau liberalisasi PLN dan hanya akan menguntungkan pembangkit swasta.

Menurutnya, jika skema power wheeling dimasukkan dalam pembahasan RUU EBT, maka akan menimbulkan sejumlah kerugian keuangan negara. Sebab, PLN akan wajib membeli listrik yang diproduksi pembangkit swasta, walau dalam kondisi over supply.

“PLN harus menanggung beban Take or Pay (ToP) jika listrik yang disediakan swasta tidak terserap atau over supply. Di mana setiap tambahan pembangkit sebesar 1 GW akan mengakibatkan tambahan beban ToP rata-rata sebesar Rp 2,99 triliun,” ungkap Gunhar.

Gunhar menambahkan, beban terhadap keuangan negara tersebut akan mengurangi kemampuan untuk mengaliri listrik ke berbagai wilayah terpencil yang saat ini belum terjangkau listrik.

“Saat ini yang sangat prioritas dibutuhkan rakyat adalah mengaliri listrik ke daerah terpencil, serta kondisi over supply listrik yang biayanya ditanggung negara, bukan skema power wheeling,” kata Gunhar.

Baca Juga: Sejumlah Pelaku Usaha Kecewa Skema Power Wheeling Dicabut dari DIM RUU EBET

Gunhar melanjutkan, jika  klausul tersebut diloloskan maka sejatinya melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan juga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait unbundling yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD 1945.

Power wheeling pada dasarnya bentuk liberalisasi PLN, bertentangan dengan UUD 1945 yang mengamanatkan kekayaan negara harus dimanfaatkan sebesar besarnya untuk masyarakat. Sehingga aset pemerintah berupa transmisi dan jaringan distribusi sejatinya tidak bisa dikomersialisasikan,” pungkas Gunhar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×