Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pelaku usaha energi terbarukan mengaku kecewa dengan dicabutnya skema power wheeling di dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Mereka tetap berharap bahwa power wheeling dapat difasilitasi untuk mendukung pengembangan energi hijau ke depannya.
Sebagai informasi saja, skema power wheeling atau penggunaan jaringan bersama ini bertujuan untuk mengakomodasi transfer langsung daya listrik dari sumber EBT ke fasilitas operasional perusahaan dengan menggunakan jaringan PLN yang ada. Adapun cara ini digadang sebagai strategi untuk mendukung pengembangan Green Grid.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa menyatakan, pihaknya kecewa dengan dicabutnya power wheeling dari DIM RUU EBET.
Baca Juga: Anggota Komisi VII DPR Ini Sebut Skema Power Wheeling Dicabut dari DIM RUU EBET
“Menurut AESI, pencabutan ini akan berdampak pada kecepatan dan skala bauran energi terbarukan di Indonesia,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (23/1).
Menurut Fabby, tekanan dari DPR memang sangat besar dan menyuarakan kepentingan PT PLN yang sejak awal menolak usulan power wheeling.
Fabby menjelaskan lebih lanjut, skema renewable power wheeling adalah pemanfaatan jaringan bersama yang akan membantu konsumen untuk mendapatkan akses energi terbarukan lebih mudah. Sekaligus memberikan insentif kepada pelaku usaha dan masyarakat untuk ikut dalam pengembangan energi terbarukan.
Menurutnya, skema Ini akan sangat membantu untuk memobilisasi partisipasi, pendanaan, dan investasi energi terbarukan yang sangat diperlukan oleh Indonesia untuk mencapai target bauran energi terbarukan yang lebih tinggi dan net-zero emissioan (NZE) Indonesia.
Senada, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Prijandaru Effendi menyampaikan skema power wheeling dapat memberikan alternatif pembeli yang berani membeli harga dari energi panas bumi lebih tinggi dari PLN.
“Dengan dicabutnya skema power wheeling berarti percepatan pengembangan panas bumi hanya tergantung oleh kemampuan pembelian dari PLN,” tegasnya.
Dalam paparan Kementerian ESDM sebelumnya, sesuai dengan Green RUPTL PT PLN 2021-2030, penambahan kapasitas PLTP ditargetkan mencapai 3.355 MW. Sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan panas bumi hingga 18 GW untuk mendukung transisi energi dan meningkatkan investasi dalam panas bumi, Pemerintah telah menyiapkan beberapa kebijakan.
Baca Juga: Pemerintah Cabut Skema Power Wheeling di RUU EBET, Pengamat: Langkah yang Tepat
Beberapa kebijakan itu di antaranya rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pengembangan ET untuk Penyediaan Tenaga Listrik, di mana di dalamnya mengatur pembelian listrik energi terbarukan oleh PT PLN.
Tak hanya itu, kegiatan eksplorasi panas bumi oleh Pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi risiko eksplorasi yang dihadapi para pengembang. Pemerintah menyediakan akses pendanaan murah seperti Fasilitas Geothermal Resource Risk Mitigation yang dapat membantu pendanaan proyek panas bumi terutama fase eksplorasi.
Pemerintah juga mendorong inovasi teknologi dan implementasi skema bisnis baru, seperti produksi green hydrogen, direct-use, power wheeling, perdagangan karbon, hingga peluang CCS/CCUS pada proyek panas bumi. Inovasi-inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan kelayakan dan daya saing proyek panas bumi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News