Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan program Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) alias gas murah untuk industri sebagai salah satu biang kerok Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor migas turun.
Saat ini ada tujuh sektor industri penerima program HGBT. Masing-masing adalah industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.
Ke tujuh sektor industri itu mendapatkan harga gas sebesar US$ 6 per million british thermal unit (MMBTU). Hal itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121 Tahun 2020 tentang Pene- tapan Harga Gas Bumi.
Baca Juga: Eksplorasi Migas di Indonesia Timur, Survei Seismik Seram-Aru telah Selesai
Diberitakan Kontan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp 338 triliun hingga Juli 2024. Realisasi PNBP ini turun 5% jika dibandingkan periode sama pada tahun lalu sebesar Rp 355,7 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, penurunan setoran PNBP ini disebabkan oleh menurunnya penerimaan dari pos sumber daya alam (SDA) migas maupun non migas.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengakui bahwa hulu migas merupakan salah satu sumber PNBP dan pihaknya berupaya agar antara pendapatan dan cost bisa lebih efisien. Menurut Dwi, untuk pendapatan diketahui bahwa kebijakan hilirisasi memang harus didukung (HGBT), sehingga kebijakan penurunan harga gas harus dilakukan.
"Dan itu salah satu yang membuat penerimaan kita jadi lebih rendah. Tapi [HGBT] memang kebijakan pemerintah yang harus kita lakukan," kata Dwi saat ditemui di Jakarta, Rabu (14/8).
Dwi menuturkan bahwa kebijakan penurunan harga gas telah menelan sekitar Rp 25 - Rp 30 triliun. Terlebih, hulu miga saat ini masih berjuang untuk produksi minyak dan gas agar bisa meningkat.
"Harga gas sekarang sudah 65% lebih, hampir 70% dipakai untuk domestik. Oleh karena itu kebijakan harga gas untuk domestik sangat mempengaruhi terhadap PNBP," tutur Dwi.
Seperti diketahui, program HGBT resmi berlanjut, meskipun realisasi penyerapan gas belum optimal. Pemerintah memastikan akan melanjutkan program HGBT. Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas terkait dengan HGBT di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7).
Data sumber Kontan menyebutkan bahwa penyerapan gas periode 2020-2023 pada sektor industri (baja, keramik, petrokimia, kaca) periode 2020-2023 sebagai berikut. Pada 2020, realisasi penyerapan gas untuk industri baja dan keramik, tercatat hanya sebesar 509.016 Mmbtu atau 46% dari kuota Kepmen bulanan normal sebesar 1.115.120 Mmbtu.
Pada 2021, realisasi penyerapan gas untuk industri baja, keramik, kaca, petrokimia tercatat sebesar 1.431.079 Mmbtu atau 68% dari kuota Kepmen bulanan normal sebesar 2.097.208 Mmbtu. Pada 2022, realisasi penyerapan gas untuk industri baja, keramik, kaca, petrokimia tercatat sebesar 2.076.593 Mmbtu atau 79% dari kuota Kepmen bulanan normal sebesar 2.637.855 Mmbtu
Pada 2023, realisasi penyerapan gas untuk industri baja, keramik, kaca, petrokimia tercatat sebesar 1.879.775 Mmbtu atau 71% dari kuota Kepmen bulanan normal sebesar 2.637.855 Mmbtu
Sementara untuk industri kelistrikan, pada 2020 realisasi penyerapan gas untuk kelistrikan tercatat sebesar 4.461.885 Mmbtu atau 84% dari kuota Kepmen sebesar 5.334.000 Mmbtu. Pada 2021, realisasi penyerapan gas untuk kelistrikan tercatat sebesar 6.076.722 Mmbtu atau 79% dari kuota Kepmen sebesar 7.665.000 Mmbtu
Pada 2022, realisasi penyerapan gas untuk kelistrikan tercatat sebesar 6.616.364 Mmbtu atau 95% dari kuota Kepmen sebesar 6.935.000 Mmbtu. Pada 2023, realisasi penyerapan gas untuk kelistrikan tercatat sebesar 5.252.431 Mmbtu atau 90% dari kuota Kepmen sebesar 5.480.000 Mmbtu.
Baca Juga: Pertamina Hulu Energi (PHE) Catat Produksi Minyak 556 Ribu Barel pada Semester I
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News