Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTA. Kisruh pemutusan kontrak pembelian minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) oleh Nestle dari Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) terus bergulir. Merasa tak pernah menerima surat resmi pemutusan kontrak pembelian dari Nestle, manajemen SMART berenca meminta klarifikasi langsung dari pihak Nestle di Singapura pekan depan.
Sebelum bertemu, Corporate Affair Director PT SMART Harry Hanawi mengatakan, pihaknya tak akan mengambil langkah apapun lantaran belum mendapatkan pernyataan resmi dari Nestle Singapura.
“Kerjasama kami bukan dengan Nestle Indonesia, tetapi Nestle Singapura, walaupun sawit kita juga digunakan untuk produksi Nestle Indonesia. Minggu depan kami akan adakan pertemuan dengan pihak (Nestle) Singapura,” ujar Harry, Jumat (19/3).
Harry mengatakan, pihaknya justru memperoleh kabar pemutusan kerjasama kontrak pembelian CPO miliknya dari media, bukan dari koleganya di Negeri Jiran tersebut. Sejatinya, kontrak kerjasama kedua perusahaan itu baru akan berakhir pada Juni 2010, dengan masa kontrak selama tiga tahun dan diperbarui setiap tiga bulan.
Sedikit beda, pihak Nestle di Indonesia mengklaim jika keputusannya telah melewati pemberitahuan sebelumnya. Bahkan, pihak Nestle mengaku sudah meminta klarifikasi langsung soal isu pengrusakan lingkungan dari Green Peace dalam pertemuan antara kedua pihak.
“Waktu itu kami minta klarifikasi, tapi tidak terpenuhkan,” kata Debora R. Tjandarakusuma, Legal and Corporate Affairs Director
PT Nestle Indonesia.
Debora bilang, SMART tidak mampu memberikan penjelasan yang bisa diterima perusahaanya. Akhirnya, Nestle memutuskan penghentian kontrak dan mengalihkannya ke perusahaan lain.
Sejauh ini, Harry menambahkan, kabar pemutusan kontrak itu belum mempengaruhi kegiatan perusahaannya. Alasannya, rata-rata pengiriman CPO dari SMART ke Nestle hanya 3.000-4.000 ton per bulan, sangat kecil dibandingkan transaksi CPO SMART yang mencapai 2 juta ton setahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News