Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perlu tidaknya surat izin keluar masuk (SIKM) dari dan ke menuju Jakarta menjadi perdebatan hangat. Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono mendukung usulan Kementerian Perhubungan mengenai pencabutan SIKM. Pasalnya, SIKM dipandang tidak efektif mencegah penyebaran virus corona (Covid-19).
"Saya sependapat dengan Kemenhub tidak perlu dibebani dengan melakukan hal-hal adanya SIKM," katanya ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (2/7/2020).
Ateng lebih mengusulkan kepada pemerintah agar masyarakat atau pengguna moda transportasi udara, laut, darat, dan kereta api diwajibkan untuk melakukan rapid test virus corona maupun polymerase chain reaction (PCR). Karena dengan begitu, pengendalian penyebaran covid bisa ditekan dan diketahui dari hasil tes tersebut. Namun dengan syarat, negara harus menyediakan rapid tes atau PCR secara gratis.
Baca Juga: Jumlah penumpang menurun drastis, industri transportasi maksimalkan bisnis kargo
"Kalau memang negara mampu menyediakan rapid test di zona merah, seluruh penumpang diberikan tes gratis. Mau itu rapid atau PCR. Kalau itu (rapid test atau PCR) dilakukan, sudah bagus. Jadi orang merasa aman. Tidak perlu dibebani SIKM," ucapnya.
Dia menjelaskan, adanya persyaratan menunjukkan SIKM, para pengguna transportasi publik akan beralih menggunakan biro travel gelap. "Ketika SIKM itu diberlakukan dengan persyaratan yang ada angkutan umum resmi justru ditinggalkan oleh masyarakat. Mereka pakai angkutan umum travel gelap. Lewat jalan tikus, kucing-kucingan. Padahal kita tahu persyaratan itu harus phsycal distancing jadi tidak terjaga," katanya.
Baca Juga: Industri Transportasi Kehilangan Rp 9 Triliun Selama Pandemi Covid-19
Selain itu, karena persyaratan SIKM, Ateng mengungkap ada potensi praktik jual beli surat tersebut kepada masyarakat. Sehingga tidak terdeteksi bahwa masyarakat yang mengantongi SIKM statusnya terbebas dari virus corona.
"Sekarang dengan SIKM di satu sisi tujuannya untuk mengetahui pergerakan. Bisakah pergerakan itu dibebani dengan metode lain, bukan dengan sesuatu yang namanya SIKM," ujarnya. "Maka dengan SIKM, contoh ya, seperti kemarin. Yang diwajibkan SIKM bagi seluruh angkutan darat, laut, udara, kereta api itu ada penyimpangan dari perangkat pelengkapnya dipalsukan. Itu satu contoh ya. Ada jual beli di sana, berarti itu menjadi tidak benar," sambung Ateng.
Baca Juga: Pengamat: Pemerintah perlu menyiapkan moda angkutan pengganti ojek di era new normal
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebelumnya mengatakan telah mengusulkan kepada Gugus Tugas Penanganan Covid-19 untuk mencabut kewajiban mengantongi SIKM bagi masyarakat yang ingin ke dan pergi dari Jakarta. Menurut dia, aturan tersebut percuma diberlakukan karena hanya diwajibkan bagi penumpang yang menggunakan moda transportasi pesawat, kereta api, dan bus.
Baca Juga: Hadapi kenormalan baru, ini permintaan Organda
Aturan kepemilikan SIKM tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pembatasan Berpergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan beleid, SIKM diberikan sebagai dispensasi untuk dapat melakukan kegiatan berpergian keluar dan/atau masuk Provinsi DKI Jakarta selama penetapan bencana non alam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional.
Pada pasal 4 ayat 3 dalam disebutkan, bahwa larangan berpergian keluar atau masuk Jakarta hanya berlaku bagi masyarakat yang yang tidak memiliki KTP non-Jabodetabek. Sementara, bagi warga yang berdomisili dan ber-KTP Jabodetabek masih bisa leluasa berpergian di dalam area Jabodetabek.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Usulan Hapus SIKM, Organda Sependapat dengan Kemenhub"
Penulis : Ade Miranti Karunia
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News