Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta agar pelaku usaha kembali dilibatkan dalam pembahasan aturan khusus terkait dengan perlakuan perpajakan untuk perusahaan pertambangan batubara.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, aturan yang akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) itu bakal mengatur tentang rincian tarif dan jenis pajak bagi perusahaan pertambangan batubara.
Hendra bilang, sebelumnya memang sudah ada pembicaraan yang intensif antara pelaku usaha, Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
Pembicaraan tersebut sudah digelar sejak dua tahun lalu, yakni pada 2018 dan 2019. Namun sebelum difinalisasi, Hendra meminta agar pelaku usaha kembali diajak berdiskusi. Menurutnya, hal ini penting untuk memberikan masukan mengenai kondisi dan proyeksi industri batubara yang lebih aktual.
Baca Juga: Konsumsi listrik turun, serapan batubara domestik terdampak
"Perlu dibahas bersama lagi sebelum difinalisasi, karena sebelumnya dibahas di 2018 dan 2019. Substansi mengenai rincian tarif dan jenis pajak yang diatur kami harapkan agar dapat dibahas lebih lanjut antara pemerintah dan pelaku usaha," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Rabu (22/7).
Lebih lanjut, Hendra menyebut bahwa regulasi ini sangat penting dan mendesak untuk segera diterbitkan. Pasalnya, aturan ini penting bagi kelangsungan bisnis batubara di tanah air. Terlebih bagi para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama yang akan segera habis kontrak di tahun ini dan dalam beberapa tahun ke depan.
Sebab, jika nanti PKP2B generasi pertama ini memperoleh perpanjangan dan berubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), maka akan ada penyesuaian di sisi setoran ke negara. Asal tahu saja, salah satu syarat untuk perpanjangan kontrak dan perubahan status menjadi IUPK adalah penerimaan negara yang lebih tinggi.
"PP Perlakuan Perpajakan untuk perusahaan pertambangan batubara sangat urgen dan lebih prioritas untuk segera diterbitkan. Agar dapat menjadi dasar hukum bagi pengenaan perpajakan pemegang IUPK eks PKP2B," sebut Hendra.
Sekadar mengingatkan, merujuk pada catatan Kontan.co.id, PP tentang perpajakan perusahaan batubara ini sejatinya sudah mencuat sejak November 2018 lalu. Saat itu, beleid tersebut dikabarkan bakal diterbitkan satu paket dengan revisi keenam PP Nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minerba.
Baca Juga: Penerimaan negara harus meningkat dari perpanjangan PKP2B dan IUPK
Pasalnya, satu paket PP itu disiapkan sebagai dasar perpanjangan PKP2B menjadi IUPK. Awalnya, PP perpajakan batubara dan revisi keenam PP No. 23/2010 itu ditargetkan bisa rampung pada akhir tahun 2018, namun penyelesaiannya terus molor hingga 2019.
Namun, revisi keenam PP No. 23/2010 menemui berbagai ganjalan, hingga akhirnya batal karena pemerintah dan DPR RI lebih memilih untuk langsung merevisi induk dari PP tersebut, yakni UU No. 4 Tahun 2009 (UU Minerba).
Saat ini, sudah ada UU No. 3 Tahun 2020 sebagai UU Minerba yang baru. Pemerintah pun sedang menyusun 3 PP sebagai aturan turunan dari UU Minerba yang baru itu, yang ditargetkan bisa terbit paling lambat Desember 2020 mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News