Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana untuk menertibkan Predatory Pricing pada e-commerce. Pelaku usaha yang bergerak di segmen marketplace pun masih menanti kejelasan aturan itu.
Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Astri Wahyuni mengatakan, pihaknya masih mempelajari rencana pemerintah tersebut. Kata dia, Tokopedia tengah berkoordinasi dengan pemerintah dan asosiasi e-commerce Indonesia yang memayungi pelaku usaha.
Astri menjelaskan, marketplace terdiri dari beberapa model bisnis. Ada yang lintas negara dan ada yang domestik. Marketplace lintas negara memfasilitasi transaksi antar negara, sehingga memungkinkan adanya impor di dalam platform.
Sedangkan marketplace domestik tidak memfasilitasi transaksi antar negara. "Marketplace domestik hanya beroperasi di satu negara. Tokopedia, misalnya, hanya menerima penjual asal Indonesia dan memfasilitasi transaksi dari Indonesia untuk Indonesia. Artinya, 100% penjual di Tokopedia berdomisili di Indonesia," jelas Astri kepada Kontan.co.id, Jum'at (5/3).
Baca Juga: Menertibkan predatory pricing untuk melindungi UMKM
Karena model bisnis Tokopedia adalah marketplace domestik, maka tidak memungkinkan adanya impor di dalam platform. Astri menegaskan, produk yang dijual di Tokopedia sudah berada di Indonesia dan/atau sudah melalui proses bea cukai dari distributor dan dijual kembali oleh pedagang eceran.
Saat ini, Tokopedia mencatatkan lebih dari 10 juta penjual. Menurut Astri, hampir 100% dari penjual yang tergabung di Tokopedia adalah UMKM. Bahkan 94% penjualan berskala ultra mikro.
Dia bilang, ada peningkatan lebih dari 2,8 juta dari 7,2 juta penjual sejak sebelum pandemi covid-19 pada Januari 2020 lalu. "Jutaan penjual ini memasarkan lebih dari 400 juta produk terdaftar di platform dengan harga transparan," ungkap Astri.
Masih dibahas
Dihubungi terpisah, Ketua Umum idEA Bima Laga mengungkapkan, potongan harga dan segala bentuknya mampu menarik minat pembeli sehingga mendorong cepatnya pertumbuhan ekonomi digital. Hingga akhirnya, konsumen fokus mencari produk-produk dengan harga murah.
Alhasil, produk pun muncul dengan lebih berorientasi pada murah. "Selama ini, mungkin, atas nama mendorong pertumbuhan ekonomi, hal ini jadi kurang diperhitungkan dampaknya. Jadi dilematis, karena saat ini kita sedang mendorong pemain baru untuk terus tumbuh," kata Bima kepada Kontan.co.id, Jum'at (5/3).
Baca Juga: Penjualan barang elektronik terdongkrak di layanan e-commerce, ini faktornya
Jika aturan tersebut dikeluarkan saat ini, sambung Bima, maka akan jadi entry barrier untuk pemain baru. Menurutnya, perlu dipahami juga bagaimana platform memberi dukungan subsidi berupa diskon tersebut supaya ada penilaian dua arah.