Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akhirnya memutuskan memberikan tambahan subsidi solar dari Rp 500/liter menjadi Rp 2.000/liter. Bukan hanya menambah subsidi solar, pemerintah juga memutuskan membayar subsidi solar mulai dari awal tahun.
Ini berarti sepanjang tahun 2018, pemerintah akan membayar subsidi solar kepada Pertamina sebesar Rp 2.000/liter. Keputusan tersebut dimaksudkan untuk membantu keuangan Pertamina.
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengaku belum bisa menghitung dengan pasti dampak dari penambahan subsidi solar terhadap kinerja keuangan Pertamina. Pasalnya, pemerintah saat ini masih belum memberikan keputusan resmi kepada Pertamina terkait penambahan subsidi solar tersebut.
Arief mengaku Pertamina baru bisa mendapatkan angka final terkait kinerja keuangan, terutama laba dan EBITDA jika sudah ada keputusan formal dari pemerintah. "Nanti setelah keputusan diformalkan dan besaran jelas baru dapat kami finalkan," ujar Arief kepada Kontan.co.id, Jumat (27/7).
Pastinya dengan penambahan subsidi solar tersebut, Pertamina akan sangat terbantu untuk tetap membuat kinerja keuangan tetap positif. Sebab, pendapatan Pertamina dari hilir menurun. "Ya, kan turun (hilir). Ya kami masih lihat kebijakannya seperti apa. Mudah mudahan secara total positif," imbuh Arief pada awal pekan ini.
Biarpun mengalami penurunan pendapatan dari hilir, Arief menegaskan, Pertamina tidak bangkrut. Dia juga memastikan sepanjang semester I 2018, kinerja keuangan Pertamina masih positif.
Namun Pertamina tetap akan merevisi target kinerja keuangan pada tahun ini terutama laba bersih yang dipatok sebesar US$ 2.5 miliar. "Sejauh ini rencana kerja perusahaan (RKP) masih belum berubah, target awal US$ 2,5 miliar. Kami lihat dulu kan dampaknya sekarang ini, tapi nanti tetap mau revisi, kebijakannya dulu nanti baru kami hitung," ungkap Arief.
Lakukan efisiensi
Sejauh ini kinerja keuangan Pertamina masih tetap bisa bertahan karena adanya pembayaran subsidi untuk tahun 2016 dan 2017 oleh pemerintah. Untuk pembayaran subsidi solar tahun 2016 saja, Pertamina bisa memperoleh dana sebesar Rp 15 triliun.
"Rp 15 triliun tagihan sudah dibayar, yang piutang 2016. Kami sudah cukup banyak dibantu. Tahun 2017 sda selisih dikit, tapi kan subsidi ada yang dibayar saat itu," jelas Arief.
Selain mendapatkan pembayaran piutang, Pertamina juga melakukan efisiensi terutama untuk operating expenses (opex). Sepanjang tahun 2018, Pertamina menargetkan bisa melakukan efisiensi hingga Rp 4 triliun.
Hingga semester I 2018, Arief mengaku, Pertamina sudah bisa melakukan efisiensi sebesar Rp 2 triliun. Beberapa cara efisiensi yang dilakukan Pertamina antara lain dengan melakukan efisiensi dalam perjalanan dinas.
Biarpun melakukan efisiensi, namun Arief menegaskan, Pertamina tidak memangkas capital expenditure (capex) terutama untuk proyek kilang. Hanya saja, jumlah capex jadi disesuaikan dengan sejumlah proyek yang berjalan lambat.
"Pertama, kami tidak bangkrut. Kedua, capex kan memang terlambat, tapi kan tidak ada yang kami batalin. Tapi kayak renovasi kan sekarang tidak perlu-perlu banget. Capex kan US$ 6 miliar, setengah tahun kami sudah bisa lihat, lupa saya detailnya berapa, tapi memang beberapa itu kan ada yang belum terealisasi sama yang kayak proyek-proyek,"imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News