Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Azis Husaini
JAMBI. Paraturan Daerah di Musi Banyu Asin yang melegalkan masyarakat mengelola sumur tua berimbas pada kegiatan ilegal lain. Maklum, minyak di sumur tua yang mereka operasikan kini sudah kering. Alhasil, kini mereka mencuri minyak dari pipa minyak milik Pertamina. Dari aksi tersebut, Pertamina menanggung rugi.
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Peribahasa tersebut rupanya tepat menggambarkan awal mula masyarakat di Sumatra Selatan melakukan pencurian minyak mentah di sepanjang jalur pipa Tempino-Plaju, Sumatra Selatan. Cara ini dilakukan untuk menyambung hidup dari bisnis minyak yang sudah mereka tekuni bertahun-tahun.
Meski demikian, cara-cara ilegal ini sekarang menjadi kegundahan bagi Kamari, Kepala Desa Simpang Bayat, Kecamatan Banyu Lencir, Kabupaten Musi Banyu Asin. Dia menyatakan, aksi illegal taping alias pencurian minyak yang tepat berada di wilayahnya bermula dari penerbitan Peraturan Daerah Kabupaten Musi Banyu Asin Nomor 26 Tahun 2007 tentang pengelolaan sumur-sumur minyak tua dari zaman Belanda.
"Isi dari Perda itu sebenarnya untuk melegalkan pengelolaan sumur-sumur tua yang masih produktif oleh masyarakat lewat koperasi unit desa," ungkap dia saat KONTAN berkunjung ke Desa Simpang Bayat bersama Pertamina EP, beberapa waktu lalu.
Harapannya, kata Kamari, minyak yang diproduksi masyarakat dari sumur-sumur tua tersebut akan dibeli dan ditampung oleh badan usaha milik daerah di bidang minyak yakni Petromuba. Mendengar ada Perda tersebut, lantas banyak kelompok masyarakat berbondong-bondong datang ke Desa Simpang Bayat, Musi Banyu Asin, Sumatra Selatan tempat di mana banyak terdapat sumur-sumur minyak tua.
Menurut Kamari, kelompok masyarakat yang datang berduyun-duyun itu umumnya berasal dari daerah–daerah sekitar seperti Sekayu, Prabumulih, dan Sungai Angit yang memang sudah memiliki sejarah panjang dalam melakukan penyulingan minyak. Pada awalnya, kegiatan tersebut berjalan normal dan memang bisa menghidupkan masyarakat yang pandai menyuling minyak tersebut.
Namun, sayang jumlah kelompok masyarakat yang melakukan penyulingan minyak tersebut makin hari makin bertambah. Sehingga, jumlah kelompok tersebut jauh lebih besar dari supply minyak mentah yang berasal dari sumur-sumur tua tersebut.
Akibatnya, sejak tahun 2009 lalu, kelompok-kelompok penyuling minyak yang jumlahnya sampai ratusan orang itu mulai menyasar saluran pipa transportasi minyak mentah Tempino–Plaju. "Akhirnya, berkembang, akal-akalan masyarakat mencari duit yang mudah dan tidak susah, dari berpayah-payah di sumur tua, mereka mulai mencari sumur panjang alias pipa minyak mentah itu," ungkap dia.
Menurut Kamari, aksi pencurian minyak mentah ini dikoordinasikan oleh para penyuling minyak pendatang dari Prabumulih, Sungat Angit, dan Sekayu tersebut dengan melibatkan jaringan besar, termasuk masyarakat, dan mendapat back up aparat pemerintah dan aparat keamanan setempat. "Aksi ini sangat terorganisir dan rapih. Tukang bolong lain, tukang pasang pipa penyalur lain, buka keran lain, dan tukang muat lain," ujar Kamari.
Wiko Wigantoro Field Manager Jambi PT Pertamina EP mengatakan, hingga kini, Pertamina EP sudah mengidentifikasi 56 titik kebocoran di sepanjang jalur pipa transportasi minyak mentah Tempino-Plaju, antara kilometer (km) 174 dan km 195.
Hingga Juli 2013, kata Wika, pihaknya sudah mengalami kehilangan minyak mentah sebanyak 279.000 barel yang dipompa dari Tempino ke Plaju. Sedangkan total kerugian sudah mencapai lebih dari Rp 279 miliar dengan asumsi harga minyak mentah US$ 104 per barel. (Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News