Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati mengapresiasi rencana Cikarang Bekasi Laut (CBL), Supply Chain Indonesia (SCI) mengungkapkan bahwa rencana realisasi proyek CBL perlu dipertimbangkan lagi.
Setijadi, Chairman SCI mengatakan, dari hasil analisis SCI, dari aspek keekonomian, jarak Pelabuhan Tanjung Priok dan Terminal CBL sekitar 30 kilometer (km) mengakibatkan manfaat CBL tidak memadai dari aspek biaya dan waktu untuk proses bongkar muat barang di pelabuhan maupun terminal.
Skala ekonomi juga tidak tercapai dengan kapasitas barge yang diperkirakan hanya 100 TEUs. Terminal CBL juga tidak berada di kawasan industri, sehingga diperlukan transportasi feeder dengan truk yang akan menambah proses dan biaya.
"Pembangunan CBL memerlukan anggaran yang besar termasuk untuk pembongkaran dan penggantian beberapa infrastruktur seperti jembatan besar di Cibitung dan Muara CBL (Babelan), serta beberapa saluran pipa gas (antara lain milik Pertamina dan PGN), serta kabel dan tower listrik (milik PLN dan Cikarang Listrindo)," ujarnya dalam siaran pers, Minggu (14/10).
Biaya pemeliharaan CBL akan mahal karena tingkat sedimentasi kanal yang tinggi dari area pertanian di sekitar CBL. SCI menambahkan, proyek CBL tidak sesuai dengan Perda No. 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Bekasi dan Perda No. 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Barat.
Pengembangan transportasi barang dari/ke Pelabuhan Tanjung Priok harus mempertimbangkan aspek yang lebih luas, termasuk rencana Pelabuhan Patimban sebagai Proyek Strategis Nasional yang direncanakan beroperasi mulai tahun 2025.
Seperti diketahui, Pelindo II dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana merealisasikan proyek Inland Waterway Cikarang Bekasi Laut (CBL) yang merupakan proyek transportasi barang lewat kanal atau sungai antara Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan industri Cikarang.
Proyek CBL akan melancarkan transportasi barang maupun transportasi lainnya yang melalui jalur jalan raya dan tol Jakarta-Bekasi akan lebih lancar. Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, CBL akan dapat menangani sekitar 10%-15% atau 200-300 juta ton kargo.
"Dari beberapa alternatif moda transportasi barang antara Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan industri di wilayah Jawa Barat, SCI lebih merekomendasikan penggunaan kereta barang," lanjutnya.
Rekomendasi itu berdasarkan analisis SCI terhadap sekitar 70% volume ekspor-impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok dari wilayah sekitar Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten tahun 2016. Analisis menunjukkan bahwa volume ekspor Tanjung Priok berasal dari Bekasi sebesar 32%, Karawang 29%, Purwakarta 8%, Bandung 6%, Tangerang 14%, Bogor 4%, serta Cilegon dan Serang 8%.
Untuk impor, barang berasal dari Bekasi sebesar 23%, Karawang 36%, Purwakarta 9%, Bandung 6%, Tangerang 14%, Bogor 4%, serta Cilegon dan Serang 3%. CBL akan bermanfaat terutama untuk industri di wilayah Bekasi dan kurang sesuai dari aspek teknis dan ekonomis untuk menjangkau wilayah-wilayah lainnya itu.
"Jika menggunakan kereta, jangkauan lebih luas ke beberapa wilayah itu dengan memanfaatkan beberapa container yard (CY) yang telah tersedia di Cilegon, Cikarang, Klari, Cibungur, dan Bandung," tambahnya.
Namun demikian, upaya pemanfaatan kereta barang tersebut harus dipersiapkan berbagai infrastruktur, baik di pelabuhan maupun CY KA, seperti peralatan bongkar muat, dan lapangan penumpukan. Integrasi multimoda harus dilakukan secara efisien dan efektif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News