Reporter: Maria Elga Ratri | Editor: Fitri Arifenie
JAKARTA. Penerapan sistem sertifikasi verifikasi legalitas kayu (SVLK) membawa berkah bagi pelaku industri furnitur. Ambar Tjahyono, Ketua Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Tangan Indonesia (Asmindo) mengatakan banyak investor asing yang kemudian ingin melakukan investasi furnitur di Indonesia. Karena, dengan adanya SVLK, produk mereka lebih mudah diterima pasar ekspor.
Menurut Ambar, setidaknya ada 20 perusahaan asal Malaysia, Singapura, Filipina dan Vietnam baru saja mengunjungi sentra mebel di Indonesia untuk maksud tersebut.
Berdasarkan hitungan Ambar, potensi investasi untuk industri furnitur mencapai US$ 300 hingga US$ 500 juta. "Daya tarik pengusaha itu adalah SVLK," kata Ambar kepada Kontan pekan lalu.
Meski nilai potensi investasinya cukup besar, Kementerian Kehutanan tampaknya masih keberatan atas investasi tersebut. Pasalnya, tidak mustahil mereka hanya mau mendompleng memanfaatkan SVLK karena mereka tidak memilikinya. "Laos misalnya, mereka tidak memiliki SVLK," kata Dwi Sudharto, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Kehutanan Kementrian kehutanan.
Yang ditakutkan, mereka akan memasukan kayu olahan setengah jadi ke Indonesia, yang kemudian mengolahnya lebih lanjut dan memangfaatkan sertifikasi SVLK. Maklum, impor kayu masih bebas dan belum diatur oleh SVLK. Pemerintah masih menggodok aturan SVLK untuk impor produk kayu ini. "Ini akan menguntungkan mereka," katanya.
Meski mendapat keberatan dari Kementrian Kehutanan, Ambar akan meneruskan rencana ini. Tujuannya supaya industri mebel di dalam negeri berkembang. "Nanti September, saya akan rapat di Vietnam," kata Ambar.
Tahun ini, Kementrian Perdagangan, mematok target ekspor furnitur sebesar US$ 2 miliar. Sekitar US$ 1,4 miliar berasal dari furniture berbahan baku kayu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News