kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tahun ini, industri alas kaki bakal lebih banyak investasi untuk relokasi


Rabu, 01 Januari 2020 / 14:58 WIB
Tahun ini, industri alas kaki bakal lebih banyak investasi untuk relokasi
ILUSTRASI. Suasana di pabrik alas kaki PT Sepatu Cemerlang Kreasi yang memproduksi sepatu merek Andre Valentino, Elle Paris dan Studio Nine Kampung Cukanggalih, Curug Tangerang, Banten, Kamis (28/4). Pada tahun 2020 investasi industri alas kaki di Indonesia akan leb


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) memproyeksikan pada tahun ini investasi industri alas kaki di Indonesia akan lebih banyak untuk relokasi dan penambahan kapasitas pabrik ke Jawa Tengah.

Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri mengatakan kalau berbicara investasi industri alas kaki, ada dua skema yang bisa terjadi. "Pertama, relokasi pabrik dari Banten ke Jawa Tengah. Meski judulnya relokasi tapi kan tetap saja ada investasi," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (30/12).

Firman menjelaskan kalau dari perspektif relokasi, selama beberapa tahun ke belakang sudah terjadi. Tahun ini, proses relokasi akan terus bertambah.

Baca Juga: Ini Lima Tantangan Global yang akan Menghantui Ekonomi Indonesia di 2020

Skema kedua, ada juga peluang masuknya investasi dari China ke Indonesia. Firman menyatakan pasar di negara pesaing yakni Vietnam sudah jenuh. Tinggal Kamboja dan Bangladesh yang masih berpeluang menadah investasi dari luar. Meski demikian, Indonesia tetap punya peluang besar.

Firman mengakui, sampai dengan saat ini sudah ada satu perusahaan asing yang menyatakan komitmen untuk menanamkan modalnya di Indonesia. "Namun, sejauh ini masih dalam proses sehingga belum bisa diberitahukan berapa nilai investasinya," kata Firman.

Meski sudah ada sinyal positif investasi di industri alas kaki bertambah di tahun depan, Firman mengungkapkan banyak tantangan yang akan dihadapi industri ini. Tantangan terbesarnya adalah biaya tenaga kerja dan kemudahan berbisnis di Indonesia.

Mengenai biaya tenaga kerja, Firman menjelaskan, upah minimum ditetapkan naik sebesar 8,51% jika dibandingkan dari 2019. Upah Minimum Sektoral (UMSK) selama ini menjadi beban tambahan bagi industri khususnya padat karya dan berorientasi ekspor. Beban tersebut mengakibatkan industri tidak berdaya saing.

Di penghujung tahun 2019,  Gubernur Banten lewat surat keputusannya telah menetapkan adanya UMSK Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten. Firman menilai Pemda (Provinsi dan Kabupaten/Kota) Banten tidak peka terhadap permasalahan industri. Ke depannya dipastikan Banten akan semakin ditinggalkan.

Baca Juga: Pemerintah optimistis realisasi investasi over target hingga Rp 809,6 triliun

"Daerah yang kompetitif akan mendapatkan berkah dari investasi baru. Apabila daerah baru ini belajar dari pengalaman di Banten yg ditinggal industri maka investasi dan bisnis akan bisa sustainable di daerah baru tersebut," tegasnya.




TERBARU

[X]
×