Reporter: Fitri Nur Arifenie |
JAKARTA. Investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas), tampaknya, masih akan seret tahun ini. Soalnya, masih banyak masalah yang membuat Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) migas menahan investasi mereka.
Deputi Perencanaan Operasi BP Migas M. Lutfi mengungkapkan, ada beberapa masalah yang bisa menghambat realisasi investasi 2009.
Pertama, persoalan tumpang tindih lahan. Kedua, penerbitan berbagai peraturan dan kebijakan di tingkat daerah. Ketiga, belum jelasnya aturan soal pembatasan cost recovery. Keempat, kewajiban penerapan azas cabotage. Kelima, perizinan penggelaran pipa yang memakan waktu lama. Keenam, penerapan pajak dalam rangka impor. Dan, terakhir, ketentuan lingkungan hidup dalam UU No. 32/2009.
Untuk soal lahan, misalnya, saat ini, lahan proyek 22 KKKS masih tumpang-tindih dengan areal hutan, baik hutan konservasi cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, maupun hutan produksi.
Ada juga kasus lahan yang sama-sama digunakan untuk proyek lain, misalnya lapangan migas PT Pertamina EP yang juga merupakan lahan proyek pembangkit listrik PT GH EMM Indonesia (GEMI) di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Soal perizinan daerah, Manajer Akusisi Lahan PetroChina Ltd Indonesia Erwin Lebe menyatakan, rata-rata waktu yang diperlukan sejak penandatanganan KKKS hingga diterbitkannya izin kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan mencapai sekitar 546 hari. Rinciannya, 146 hari untuk pengurusan izin prinsip dan 500 hari untuk izin operasi.
Soalnya, perizinan harus melewati Dinas Kehutanan Kabupaten, Bupati/Walikota, Dinas Kehutanan Provinsi, Gubernur, Menteri ESDM, hingga Menteri Kehutanan.
Berbelitnya rantai birokrasi ini turut berimbas pada membengkaknya biaya produksi dan operasional KKKS. Azas cabotage juga menghambat karena banyak kapal canggih untuk kegiatan hulu migas seperti LNG terminal floating storage masih harus didatangkan dari mancanegara. "Tidak ada di dalam negeri yang mampu menyediakannya,” jelas Lutfi Kamis (28/1) lalu.
RPP Alih Fungsi Hutan
Kombinasi masalah ini membuat investasi di sektor hulu migas 2009 tidak mencapai target. Target investasi tahun lalu sebesar US$ 15,153 miliar, tapi realisasinya hanya sebesar 71,76% atau US$ 10,874 miliar. Tahun ini, Kepala BP Migas R.Priyono berharap, investasi di sektor hulu migas akan mencapai US$ 15,988 miliar.
Untuk mengejar target itu, pemerintah akan mengeluarkan RPP soal alih fungsi kawasan hutan awal Februari ini yang mengizinkan aktivitas pertambangan di hutan. Selain itu, birokrasi pengurusan AMDAL juga akan dipangkas menjadi 3 bulan.
Soal cost recovery, Dirjen Migas ESDM Evita Legowo bilang, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah menyetujui pembatalan pembatasan (capping) cost recovery.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News