Reporter: Denita BR Matondang | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Menjelang pemilihan presiden tahun 2019 mendatang ternyata memberi dampak negatiif terhadap bisnis rumah seken. Sejak awal tahun, harga rumah seken di DKI Jakarta terkoreksi dari 5% hingga mencapai 20%.
Harga terkoreksi karena ketersediaan rumah seken masih melimpah namun permintaan sepi. Sebab, end user atau konsumen yang membeli untuk tempat tinggal, pengembang dan investor menunda pembelian. Para pihak tengah mengamati proses politik yang akan mempengaruhi situasi ekonomi.
“Situasi ini masih wajar. Jangankan pilpres, waktu Pilkada DKI Jakarta juga sempat terkoreksi,” kata Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (ABERI) Lukas Bong saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (30/11).
Sebagai informasi, harga rumah seken di Kawasan Cibubur (Jakarta Timur) dipatok mulai dari harga Rp 1 miliar, Kawasan Kelapa Gading, (Jakarta Utara) mulai dari harga Rp 2 miliar dengan luas 90 meter.
Rumah seken landed bertipe RS plus dipatok mulai harga Rp 450 juta di kawasan Pamulang (Tangerang Selatan), Cinere dan Depok (Jakarta Selatan) dengan hunian vertikal dimulai dengan harga Rp 500 juta, sedangkan Bekasi dengan hunian vertikal Rp 500 juta.
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menilai, bisnis ini lesu karena pasokan pada tahun 2009-2012 cukup besar. Saat itu, harga properti naik 50%. Akibatnya, pasar tertahan. Ali menilai, seharusnya tahun 2018 dan 2019 adalah momentum yang tepat menekan kembali harga rumah seken dengan ekonomi makro yang sudah membaik. Lagi-lagi,pelaku usaha terpaksa menunda karena musim politik.
“Bayangkan saja, properti waktu itu dibeli dengan harga yang Rp 10 miliar,Rp 5 miliar di Kawasan Pondok Indah. Tetapi, hingga saat ini tertahan karena harganya yang terlalu tinggi,” ujar Ali.
Untuk mengakali, Lukas mengatakan sebagian investor dan pengembang juga mengubah strategi bisnis dibandingkan menggarap proyek baru. Misalnya, mengubah ukuran atau konsep real estate. Apalagi, tingkat kebutuhan akan rumah diprediksi akan terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk. “Yang tadinya apartemennya besar diubah menjadi lebih kecil,” imbuh Lukas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News