kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.305   -5,00   -0,03%
  • IDX 6.832   -37,03   -0,54%
  • KOMPAS100 989   -6,89   -0,69%
  • LQ45 760   -4,16   -0,54%
  • ISSI 222   -0,69   -0,31%
  • IDX30 392   -3,26   -0,83%
  • IDXHIDIV20 456   -5,40   -1,17%
  • IDX80 111   -0,56   -0,51%
  • IDXV30 113   -1,23   -1,08%
  • IDXQ30 127   -0,89   -0,69%

Target dipangkas, defisit listrik bisa terjadi


Kamis, 10 September 2015 / 10:17 WIB
Target dipangkas, defisit listrik bisa terjadi


Reporter: David Oliver Purba | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Keinginan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli memangkas target mega proyek 35.000 megawatt (MW) menjadi  hanya 16.000 MW-18.000 MW dalam lima tahun ke depan nampaknya bisa membawa malapetaka baru. Ada potensi, terjadi kekurangan listrik.

Tumiran, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN)  mengatakan, pemerintah mestinya tidak perlu kisruh merevisi proyek listrik 35.000 MW. Proyek ini sudah menjadi kebutuhan untuk lima tahun ke depan. "Kalau direvisi, siap-siap saja defisit listrik," ujarnya ke KONTAN, Rabu (9/9).

Hitungan DEN, dengan memperhitungkan kebutuhan elektrifikasi, kebutuhan industri serta daya hasil pembangkit yang ada, dalam setahun Indonesia harus membangun 7.000 MW. Alhasil, dalam lima tahun ke depan, harus ada 35.000 MW

"Bayangkan, investasi tidak ada listrik mana bisa? Sekarang itu,  kita sudah defisit listrik, seperti di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi. Apa mau kita pertahankan kondisi itu terus-menerus," ujarnya.

Benar, pengerjaan proyek 35.000 MW tidak bisa dalam waktu singkat, namun harus  membangun secara bertahap tapi terencana dengan baik. "Perlu hitungan secara finansial skala ekonominya, dan sumber daya manusia yang akan mengerjakannya. Ada rasionalitas dalam menghitung itu," kata Tumiran.

A. Santoso, Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) tak menampik jika dalam jangka waktu lima tahun ke depan proyek 35.000 MW belum tentu bisa tercapai. "Tapi kita tetap harus menjalankan program 35.000 MW karena pembangunannya harus bertahap. Kalau tidak tercapai dalam lima tahun, masih bisa tahun berikutnya," ujar Santoso.

Santoso menjelaskan, masyarakat perlu memahami pembangunan satu pembangkit dengan kapasitas sebesar 1.000 MW bisa memakan waktu antara tiga sampai lima tahun. Maka dari itu, jika dibangun bersamaan, maka pemerintah perlu siapkan modal dan sumber daya manusia yang sangat banyak.

Luman Mahfoedz Direktur Utama  PT Medco Energi Internasional Tbk sependapat jika suplai listrik di Indonesia masih perlu diperbesar lagi. Apalagi hingga kini rasio penduduk yang mendapat akses listrik atawa elektrifikasi masih rendah. "Kita kerjakan saja 16.000 MW, nanti juga lama-lama bisa mencapai 35.000 MW." ungkap dia.

Belum ada perubahan

PT Perusahaan Listrik Negara nampaknya juga tidak mau pusing dengan keinginan Menteri Rizal Ramli. PLN menganggap proyek ini masih sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2015-2024 seperti yang telah diamanatkan oleh Presiden.

Direktur Utama PLN Sofyan Basir juga menegaskan, hingga kini. tidak ada surat tertulis yang memerintahkan perubahan program itu. "Sebelum ada surat untuk mengubah itu, kami tidak akan ubah target. Ini program Presiden," tandas Sofyan, Selasa (8/9).

Sofyan juga menambahkan target 35.000 MW ini masih realistis. Asalkan PLN mendapat kemudahan dalam pembebasan lahan. Saat ini progres proyek baru tahap penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA).

Target PLN sebanyak 14.000 MW meneken PPA tahun ini. "Sekarang sudah belasan ribu PPA selesai, hampir 3.000 MW untuk Commercial Operation Date (COD)," ujar Sofyan.

Menurut data PLN per Juli 2015, dari 291 lokasi pembangkit listrik, ada 113 lokasi lahan yang bermasalah. Di 113 lokasi ini terdiri dari 71 lokasi proyek milik PLN, dan 42 lokasi milik swasta. "Jadi  21.130 MW belum terbebas lahan," ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×