Sumber: TribunNews.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir menduga ada kekeliruan pemahanan pelanggan terkait struk listrik prabayar yang kini ramai dipermasalahkan.
"Diperkirakan masyarakat keliru memahami bahwa yang tercantum dalam struk adalah rupiah, padahal yang tercantum dalam listrik yang diperoleh adalah kWh, bukan rupiah seperti top up pulsa handphone," kata Sofyan Basyir di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/9).
Sofyan mencontohkan, pelanggan golongan 1.300 VA membeli token listrik sebesar Rp 100.000 dan biaya administrasi yang dikenakan sebesar Rp 1.600. Sehingga biaya pembelian listrik sebesar Rp 98.400.
"Sementara biaya pembelian listrik itu dikurangi biaya pajak penerangan jalan (PPJ) sebesar Rp 2.306 sehingga menjadi Rp 96.094," tuturnya.
Dengan Rp 96.094, tarif listrik 1.300 sebesar Rp 1.352 per kWh, pelanggan akan mendapatkan listrik sebesar 71,08 kWh.
Sofyan menduga, persepsi masyarakat bahwa angka 70-an yang ada diperoleh di struk pembelian listrik sama dengan angka Rp 70.000. Padahal yang sebenarnya adalah angka kWh yang didapat dari pembelian listrik.
"Dugaan keluhan, beli Rp 100.000 mendapat listrik Rp 70.000 adalah miss persepsi," ujarnya.
Sofyan mengatakan, besaran 71,08 kWh inilah yang akan di-input ke meteran listrik lewat token 20 digit. Kemudian yang tercantum pada meteran adalah kWh, bukan rupiah.
"Seolah-olah ada mafia yang mengambil Rp 30.000," tandasnya. (M Zulfikar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News