Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target pemerintah untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan total kapasitas mencapai 100 gigawatt (GW) di 80.000 Koperasi Merah Putih (KPM) akan berdampak positif pada kinerja industri sektor panel surya di dalam negeri.
Menurut Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) pengembangan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan memanfaatkan panas matahari akan mempercepat penyebaran penggunaan listrik, khususnya di desa-desa terpencil.
"Apalagi untuk desa-desa remote yang tidak terhubung listrik sama sekali. Dampaknya peningkatan jumlah tenaga kerja, tumbuhnya sektor industri PLTS dari hulu ke hilir dan mewujudkan proses hilirisasi di Indonesia," ungkap Ketua Umum AESI, Mada Ayu Habsari, kepada Kontan, Kamis (07/08/2025).
Selain panel surya, target 100 GW ini menurut Mada juga akan mengembangkan industri Battery Energy Storage System (BESS) sebagai tempat penyimpanan daya.
"Kami harapkan, jika industri tumbuh maka dapat menarik minat dari investor BESS untuk mengembangkan investasi di Indonesia," tambahnya.
Hal senada juga diungkap oleh Ketua Indonesia Center for Renewable Energy Studies (ICRES) Surya Dharma. Menurutnya, dengan adanya 80 ribu KMP, maka membangun 100 GW itu hanya perlu 1,2 MW per koperasi.
Baca Juga: Grup Sinar Mas Resmikan Pabrik Panel Surya Terbesar di Indonesia
"Sektor ini akan menjadi sangat menarik bagi investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini dapat mendorong masuknya teknologi baru dan inovasi," ungkap Surya kepada Kontan, Kamis (07/08/2025).
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa, memiliki intensitas radiasi matahari yang tinggi dan memiliki potensi teknis energi surya mencapai sekitar 3200 GWp.
"Namun, mewujudkan target ini memerlukan investasi besar, kebijakan yang mendukung, dan infrastruktur yang memadai," tambahnya.
Meski begitu, Surya bilang pemerintah juga harus memprhitungkan kebutuhan baterai penyimpanan atau storage, karena PLTS hanya menghasilkan listrik saat ada sinar matahari.
"Indonesia yang sudah menyiapkan scenario dan road map industry baterai nasional juga akan dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik," ungkapnya.
Adapun, terkait pembiayaan PLTS, pengamat energi dari Energy Shift Institute, Putra Adhiguna menyebut investasi untuk daya per 1 megawatt (MW) adalah senilai Rp 15 miliar.
Baca Juga: Produk Panel Surya Asal Indonesia Dilirik Brasil, Catat Potensi Transaksi US$ 42 Juta
"Kalau sekitar 1 MW per koperasi, berarti memerlukan investasi sekitar Rp 15 miliar. Dan akan lebih menjanjikan bila juga ada koordinasi dalam wilayah mengingat pembangunan dengan skala yang lebih besar bisa lebih ekonomis dan bersinergi lebih baik," ungkap Putra.
Lebih lanjut, agar target 100 GW ini tercapai dengan baik, dirinya menyarankan pemerintah untuk menetapkan koperasi yang berada pada wilayah paling membutuhkan atau paling potensial terlebih dahulu.
"Menetapkan prioritas di wilayah yang paling potensial lebih dulu, sehingga bisa jadi percontohan bagi yang lainnya. Dan juga mendorong PLN sebagai partisipan aktif dalam mewujudkan visi tersebut," tutupnya.
Sebelumnya, dalam catatan Kontan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, menyebut pemasangan PLTS pada total 80.000 KPM, adalah arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga: Pertamina NRE dan Perusahaan Energi Asal China Garap Proyek Modul Panel Surya
"Sekarang adalah arahan Bapak Presiden Prabowo, kita harus membangun listrik energi baru-terbarukan dari tenaga matahari. Ke depan, akan kita bangun kurang lebih sekitar 100 gigawatt," ungkap Bahlil dalam sambutannya di agenda International Battery Summit (IBS) di Jakarta, Selasa (05/08).
Ia juga menyebutkan, kebutuhan baterai listrik sepenuhnya akan dipenuhi dari produk atau komponen buatan Indonesia.
"Dan kita minta baterai-baterai untuk listrik ini semua harus memakai produk Indonesia. Ini market, dan ini akan mendorong untuk bagaimana ketersediaan listrik bagi kooperasi merah putih," jelas Bahlil.
Terkait pembiayaan, cost yang diprediksi akan dikeluarkan untuk pembiayaan PLTS ini adalah US$ 1 juta setiap indeks 1 megawatt. Sehingga target 100 GW membutuhkan biaya sekitar US$ 100 miliar.
Baca Juga: Investasi dan Pabrik Baru Mendongkrak Industri Manufaktur Panel Surya Dalam Negeri
Selanjutnya: Tarif Impor AS Berlaku! Kinerja Ekspor RI Diramal Tertekan, Cadangan Devisa Turun?
Menarik Dibaca: 6 Manfaat Konsumsi Protein untuk Menurunkan Berat Badan secara Alami
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News