Reporter: Mona Tobing | Editor: Mesti Sinaga
JAKARTA. Memasuki masa tanam, petani tembakau nasional begitu bersemangat. Maklum, harga tembakau tahun ini diperkirakan bakal setinggi tahun lalu.
Namun, di sisi lain tingginya harga tembakau lokal membawa kekhawatiran akan maraknya impor tembakau.
Abdus Setiawan, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), mengatakan, tingginya harga tembakau terjadi karena komponen untuk tanaman tembakau juga terus naik. Misalnya, sewa lahan yang dilakukan petani juga naik.
Selain itu, harga riset yang harus dikeluarkan petani tembakau juga lumayan mahal. "Riset untuk tembakau tinggi misalnya untuk pembibitan menggunakan hidroponik. Biayanya tinggi karena saat ini petani memulai tembakau arah industri," ujar Abdus pada Rabu (11/3).
Saat panen akhir tahun 2014 lalu, harga tembakau sempat menyentuh Rp 120.000 per kilogram (kg). Di Sleman, harga jual tembakau di tingkat petani mencapai Rp 100.000 per kilogram (kg). Di Klaten harganya, yakni sebesar Rp 110.000 per kg. Harga tembakau dari Temanggung lebih tinggi lagi, yakni Rp 120.000 per kg.
Sementara di Pamekasan, harga jual tembakau sebesar Rp 30.000 - Rp 50.000 per kg.
Abdus mengatakan, harga tembakau lokal yang tidak kompetitif bisa memicu impor tembakau. Kondisi ini terjadi jika industri rokok enggan menyerap harga tembakau yang kelewat mahal.
Namun, bukan berarti petani tembakau lantas tiarap. Sebab, kebutuhan industri rokok kretek akan tembakau lokal masih tinggi. Rokok putih juga masih menggunakan campuran tembakau lokal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News