Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali membuka opsi untuk mengevaluasi ketentuan capping harga batubara US$ 70 per ton untuk sektor kelistrikan yang masuk dalam kebijakan Domestic Market Obligation (DMO).
Mengenai evaluasi harga patokan tersebut, Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Tumiran berharap evaluasi yang berujung peningkatan harga DMO batubara untuk pembangkit listrik tidak terjadi. Pemerintah diminta tidak menaikkan harga DMO batubara demi kepentingan nasional.
Kenaikan harga DMO batubara dinilai hanya akan menguntungkan pengusaha batubara dan berpotensi membebani keuangan negara dan rakyat.
"Jika perubahan harga DMO terjadi, maka Indonesia benar-benar menjadi negara liberal. Kalau wacana ini benar, maka kita sebenarnya tidak menjaga kepentingan nasional, tetapi kepentingan pengusaha. Jadi sudahlah jangan berpikir menaikkan harga DMO batubara," ujar Tumiran secara tertulis Kamis (23/12).
Menurutnya, kenaikan tarif batubara bisa mendongkrak biaya produksi listrik. Apalagi, saat ini ada 60% pembangkit listrik yang menggunakan batubara.
Baca Juga: APBI Menilai Produksi Batubara Tahun 2022 Berpeluang Lebih Tinggi
Tumiran bilang, pemerintah sebaiknya sudah melakukan kalkulasi terkait wacara evaluasi harga DMO batubara.
Terlebih, jika harga produksi listrik meningkat, maka akan menekan keuangan negara dan PLN. "Berarti pilihannya tarif listrik itu naik, atau pemerintah memberikan kompensasi yang besar. Lalu apakah nilai pajak dari ekspor batubara dapat menggantikan besaran anggaran untuk menutupi beban PLN? Saya pikir tidak," katanya.
Tumiran menilai, kebijakan harga DMO US$ 70 per ton tidak membuat pengusaha rugi. Pasalnya, dengan DMO yang hanya dialokasikan sebesar 25% dari produksi. Sementara 75% bisa diekspor sesuai harga pasar.
Selain persoalan untung-rugi, alokasi DMO memprioritaskan kebutuhan domestik. Pada akhirnya, keberadaan kebijakan DMO batubara mendukung geliat ekonomi nasional.
"Jangan sampai kebijakan pemerintah tidak memprioritaskan kepentingan bangsa dan semakin jauh dari kepentingan publik," pungkas Tumiran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News